Thursday, June 18, 2009

Ragunan dan Draft

Jam 10 pagi tanggal 15 Juni 2009 aku berdiri di ruang seminar gedung geografi UI. Kira-kira sejam kemudian telah selesai mempresentasikan hasil penelitian skripsi. Target ku untuk lulus draft pertama diantara teman-teman di semester ini telah tercapai. Ketegangan dan keputusasaan saat pertanyaan bertubi-tubi dari dosen membuat ku sedikit lelah.

Setelah diberi tahu nilai seminar oleh Bu Dewi, dosen pembimbing skripsi ku, aku langsung bergegas ke Ragunan. Sebelum sampai pintu utara Ragunan atau saat perjalanan setelah perempatan jalan TB Simatupang, aku melihat tempat perkemahan ragunan sehingga atmosfir Ragunan sudah terasa. Terlebih ketika sampai di tempat parkir, patung kingkong menyambut seluruh orang yang ingin datang ke Ragunan.

Jam 12.45 aku sampai di tempat parkir pintu utara. Di sini, banyak sekali pedagang kaki lima, ada yang jualan boneka, buah-buahan, sandal, makanan, dan mainan anak-anak. Kebanyakan pedagang ini berdagang menyebar tanpa tersusun rapih sesuai peraturan, mereka berdagang seenaknya saja sehingga tempat ini seperti pasar kecil. Termasuk mobil dan motor yang tidak karuan diparkir sembarang tempat.

Sebelum masuk Ragunan, aku, Sandy dan Vio, membeli gado-gado karena kami memang belum makan dari pagi. Seharga Rp 7.000 gado-gado dan nasi cukup member kami energy. Ibu-ibu sang pedagang gado-gado tersebut bercerita bahwa ia selalu dagang di sini dan jika ada acara wisudaan sebuah kampus, maka ia ikut berdagang di dekat wisudaan kampus tersebut. Sehingga ia dapat dikatakan pedagang yang berpindah-pindah jika ada even besar.

Masuk melalui pintu utara, aku langsung melihat sepeda dengan dua pengemudi. Di sebelah kiri dekat pintu terdapat penyewaan sepeda dengan merek polygon, di sebelah stand tersebut terdapat patung ikan mas yang besar dan tak terawat. Di jalanan banyak sekali sampah bertebaran walau sudah tersedia tempat sampah.

Persis di depan pintu utara terdapat tempat bermain anak-anak seperti prosotan dan ayun-ayunan, karena itu yang terlihat pertama kali adalah anak-anak. Anak-anak dengan keluarganya atau juga anak-anak TK.

Sambil berjalan menuju tempat primate aku hanya sedikit melihat binatang, sampai akhirnya aku sampai di tempat jajanan. Di tempat ini tersedia masjid kecil, aku menyempatkan sholat zuhur. Masjid ini tersedia banyak keran air wudhu dan tempat buang air kecil, di dalamnya cukup tersedia untuk 1.000 jama’ah. Tersedia tempat penitipan sandal namun jarang yang menitip di sana.

Selesai sholat aku langsung menuju pusat primata. Terdapat taman melingkar dengan patung seekor orang utan besar menggendong anaknya dan bergelantungan di pohon. Di sisi jalan kaki terdapat bangku sehingga orang dapat beristirahat di sini sambil memandang patung orang utan tersebut.

Jam 2 siang aku, Sandy, Vio, Mila dan Vasanti masuk ke Pusat Primata dengan membayar Rp 5.000. Di pintu masuk tersedia tempat penitipan barang, barang yang penting seperti Hp dan dompet tak boleh dititipkan, sedangkan tas kecil boleh dibawa namun harus diperiksa dulu oleh petugas.

Di tangga masuk terdapat patung kingkong serta beberapa foto yang bisa dipamerkan. Seperti foto ini.

Berjalan di jembatan beton membuat aku sangat mudah melihat primata-primata yang ada. Banyak sekali jenis primata di sini, mereka terkurung dalam kandang besar. Kandang ini dibuat lengkap dengan tempat mainan primata seperti pohon-pohonan dan tali untuk bergantungan, ada juga potongan ban karet yang berfungsi sebagai ayunan primata.

Menelusuri tempat primata ini cukup melelahkan namun menyenangkan melihatnya. Di sini terdapat juga goa-goa’an yang seluruh isinya adalah buatan seperti pohon-pohonan dengan tali seolah seperti dalam hutan. Goa ini ber AC sehingga tak usah cemas kehabisan nafas. Di tempat primata ini juga terdapat jembatan canopy yang duhal rapuk dimakan rayap sehingga seperti museum jembatan.

Jam 3 kami keluar pusat primata dan bertemu dengan teman-teman yang tak masuk ke pusat primata. Setelah bertemu kami merayakan ulang tahun Vasanti yang ke 20, ia sepertinya agak sedikit kaget dengan kejutan ini. Setelah itu kami berfoto-foto.

Setelah itu kami ke kembali ke tempat parkir untuk meninggalkan Ragunan.

Tuesday, June 9, 2009

menari di awan...

ku lihat kau menari
di tepi sepinya awan yang berdiri
seputih getirnya angin yang tertatih
aku coba bermimpi...

warna-warni yang pergi
seakan memaksa aku tuk berlari
menepis harumnya hati yang berduri
aku tak'an peduli...

hari-hari yang sepi
berjalan bagaikan ombak tak bertepi
menari bagaikan awan-awan putih
aku tetap berdiri...

kau indah...
kau terindah...
kau buat ku semakin indah...

(6 Juni akhirnya saya rekaman lagu karangan sendiri, di atas adalah liriknya)

Thursday, June 4, 2009

Tak sebiru ku dengar dari ombak...

Tak sebiru ku dengar dari ombak…

Perasaan ini hadir melintas hayalan kerinduan…

Walau kau tak tahu… tak mendengar…

Aku merasakan semuanya…

Kau diam berbungan harum kan nadi

Tenangkan pagi dengan embun mu

Sungguh tak tahan ingin memeluk mu

Menjadikan rumah bertaman kasih

Kelembutan mu memanggil ku…

Seperti jingga yang ku dengar…

Indah…

Indah…

Perasaan ku melihat mu…

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia ...