Monday, February 17, 2014

Mengapa kau sangat emosi...

Engkau… mengapa engkau sangat emosi…
Hai engkau… mengapa kau sangat emosi…

Engkau… mengapa engkau sangat emosi…
Hai engkau… mengapa engkau sangat emosi…

Engkau… tahukah engkau, aku takut melihatmu marah…

Hai engkau,
Hai engkau,
Hai engkau,

Sunday, February 16, 2014

Bisa saja salah langkah... tapi tidak untuk di sesali...

Pagi ini aku hirup udara sejuk, ditemani burung-burung kecil di kandang yang bersuit-suit, ditatap heran oleh anjing gemuk berwarna putih yang mirip babi. Di depanku, berbagai pohon menjalar dan berdiri usang, aku sendiri di depan bangunan tua tempat semalam aku tidur.

Ku kecap kopi hitam hangat dan ku hisap sebatang rokok mild, sambil mendengarkan lagu di laptop ini dengan youtube yang jaringannya 1.2 m.

Hal-hal yang indah, membisikan telinga dan bernyanyi. Cerita suram, terbang tipis melayang di udara, berputar sekilas mengingatkan masa itu. Aku dengan apa yang bersamaku, belajar bersama menjadi lebih baik, meski ada hal yang pasti sakit di hati. Namun aku yakin, itu hanya sebua klise untuk tampil menjadi matang dan dewasa.

Hari yang baru, menatap kita untuk di jejaki, mereka sediakan banyak pilihan. Ada yang penuh cinta, ada yang penuh kesulitan dan ada yang penuh tantangan. Bisa jadi di suatu jejak itu, kita terjatuh sakit dan tergelincir, atau bisa jadi kita salah jalan dan kembali mencari jalan yang lebih baik. Bersama siapapun kita berjalan, bisa jadi hal yang sulit dilupakan karena indahnya atau kelucuannya.

Ah… ku nyalakan lagi rokok yang baru, ku kecap lagi kopi hitam itu.

Bila aku bingung tanpa ada jawaban, maka aku akan memilih satu ketegasan, walau itu pahit. Bukan masalah benar atau salah dalam memilih, namun seberapa besar keberanian mengambil resiko tersebut. Lalu ku nikmati perjalanan yang ku pilih, walau mungkin bisa saja aku salah. Maka aku akan lebih banyak berdoa dan meminta tolong, tolong bantu perbaiki sikapku yang salah Tuhan. 

Aku optimis, berpikir positif, aku tenangkan langkah dan damaikan diri, ku sederhanakan hidup dan cinta.

Saturday, February 15, 2014

5 + 5 = tidak hanya 10

Matematika menjadi sesuatu yang menarik, sebuah perhitungan yang akhirnya membuat teknologi menjadi begitu pesat, terutama dalam bidang informasi yang diiringin kemajuan teknologi jaringan. Dalam diskusi Kenduri Cinta 14 – 15 Februari di TIM Jakarta yang bertemakan Postimis, salah seorang pembicara senior kenduri cinta menjabarkan tentang matematika dinamis atau sebuah kebenaran yang bersifat relatif.

“5 + 5” bisa juga sama dengan “2 + 8”, atau “5 + 5 = 20 – 10”, ini menandakan bahwa sebuah kebenaran bersifat relatif. Lalu pembicara tersebut mencontohkan adanya dua tiang yang berdiri kokoh, dari dua tiang akan ada bayangan di benak untuk dua tiang tersebut, dan bila tiang tersebut ditambah maka munculah tambahan dimensi sebuah imajinasi. Hal ini menandakan semakin banyak dimensi maka semakin banyak yang bisa dibicarakan.

Beliau bercerita begitu realistis, namun ada satu hal yang membuat saya terhenyut ketika beliau mengatakan “bila kita ada disebuah ruangan tertutup, semua sisinya tertutup maka apa yang harus dilakukan? Dan bagaimana kita bisa keluar dari kehampaan tersebut?”

Dengan berkata “laillahaillallah,,,” maka ruangan itu bisa terbuka, saya menangkap bahwa yang dimaksud pembicara adalah sesuatu hal dasar yang sulit dirubah, hanya bisa dirubah dengan keyakinan yang kuat diiringi kehadiran Tuhan. Sebagai contoh bila saya memiliki masalah yang runyam dan tak tahu jalan keluarnya, maka dengan berdoa kepada Tuhan-lah jawaban itu akan terjawab.

Postimis dalam diskusi Kenduri Cinta malam itu setidaknya memberi pandangan bahwa dalam hidup ini tidak hanya membutuhkan rasa optimis, tetapi supra optimis atau optimis yang diatas optimis. Para pengisi acara setidaknya membangunkan anak-anak muda untuk merubah pandangan pesimisnya menjadi optimis yang lebih, serta memberi ajakan agar terus melakukan hal-hal positif yang bermanfaat, walau itu hanya sekedar hal yang kecil.

Kebenaran yang relatif setidaknya mengajarkan manusia bahwa kebenaran itu milik Allah swt, kita tidak bisa sombong karena semuanya ada karena Tuhan. Sayapun langsung berfikir tetang sebuah kota dan desa, juga bagaimana kabar sudara-sudara kami se Indonesia yang tinggal di sekitar Gunung Kelud, mereka yang di kelilingi banyak desa. Satu hal yang perlu kita sadari bahwa orang kota tidak boleh sombong dan merasa pandai sendiri, apalagi meremehkan orang desa, mengapa? Karena penduduk di pedesaan sudahlah berkelimpahan sumber makanan pangan, di sana bisa hidup tanpa ada sebuah Kota. Sedangkan kita tahu bahwa orang kota sangat membutuhkan makanan yang berasal dari desa. Karena itu, pembangunan desa di wilayah Gunung kelud harus benar-benar segera diselamatkan agar keadaan normal kembali. Dan mulai saat ini, saya menyadari betapa pentingnya sebuah pedesaan dan rasanya ingin berterimakasih kepada mereka yang tinggal di pedesaan. 

Monday, February 3, 2014

Aku menyukainya... aku tidak bersedih...

Aku pernah menyaksikan cendrawasih berdiri indah di tepian sungai…
Aku pernah berdiri di tengah sungai mata air gunung yang indah bak surga…
Sebuah kepemimpinan yang bijak di depan mataku
Sebuah kehidupan nan elok anggun di sana adanya…
Hadir seorang priangan, pemimpin idaman…

Aku tahu apa yang seharusnya ku lakukan sesuai tata karma dan norma…
Aku tahu adanya budaya yang harus di taati dan tak di langgar…
Bila ingin ke Surga, lihatlah itu… lihatlah itu dan ikutilah itu…
Sebuah kepercayaan diri dan sikap rendah diri adanya kau ikuti…
Memikirkan masa depan dan melahirkan generasi penuh impian…

Tapi, biarkan itu untuk orang-orang yang idamkan..
Biarkan aku dengan caraku sendiri…
Caraku sendiri memahami hidup
Caraku sendiri jalani hidup…
Yang jelas aku juga sama-sama berdiri hadapi kenyataan
Lalu bangkit jalani hidup dengan semangat yang tidak pernah bisa orang pahami..
Aku lakukan ini untuk hidup… atas  takdir dari Tuhan dan ketetapannya…
aku tidak suka menangis, tidak pula suka bersedih...
aku akan dengarkan musik-musik penambah energi dan semangat...
aku menyukainya... lalu aku jalani hidup dengan semangat... tidak bersedih...

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia ...