Kuhirup udara pagi ini, ditemani secangkir teh jahe hangat. Setidaknya, tegukan itu mampu menetralkan tubuh yang kelihatannya agak terganggu dengan serak di tenggorokan. Hampir tiap hari saya selalu tidur diatas jam 11, bukan karena tidak bisa tidur tapi karena saya dituntut pekerjaan. Lupakanlah itu karena saya adalah laki-laki yang belum berumah tangga sehingga tak perlu dikhawatirkan kapan harus sampai dirumah.
Saya juga tak ingin membicarakan tentang berita-berita di media tentang Indonesia, karena terlalu sakit mendengarnya. Mengapa negeri ini begitu naïf, yang muda semakin bergaya dan yang tua begitu tak berdaya. Begitupula saya sendiri, semakin bingung harus berjalan kemana.
Keteguk sekali lagi teh jahe hangat itu, sambil sesekali melihat pemandangan disekitar. Untung ada Do’a, ada Dzikir, ada Sholat dan ada cara mendekatkan diri ke Maha Agung, sehingga bisa sejenak melupakan dunia dan kesalahan-kesalahan. Setidaknya walau saya tidak harus menari di awan dengan mendaki gunung, saya dapat terbang bersama Ruh menembus keganjilan.
Saya juga tak ingin membicarakan tentang berita-berita di media tentang Indonesia, karena terlalu sakit mendengarnya. Mengapa negeri ini begitu naïf, yang muda semakin bergaya dan yang tua begitu tak berdaya. Begitupula saya sendiri, semakin bingung harus berjalan kemana.
Keteguk sekali lagi teh jahe hangat itu, sambil sesekali melihat pemandangan disekitar. Untung ada Do’a, ada Dzikir, ada Sholat dan ada cara mendekatkan diri ke Maha Agung, sehingga bisa sejenak melupakan dunia dan kesalahan-kesalahan. Setidaknya walau saya tidak harus menari di awan dengan mendaki gunung, saya dapat terbang bersama Ruh menembus keganjilan.