Terlalu banyak hal tak penting di dalam pikiran ini, sehingga urat-urat syaraf begitu tegang mengencang, sampai akhirnya mata tak bisa terlelap. Berlarut-larut pada malam badan ini berbuat dosa, yang semestinya dia berbaring tuk memulihkan hati, pikiran dan badan. Sebuah kebiasaan buruk yang lambat laun membuat keram pikiran di malam hari, lalu dia tergopoh-gopoh keesokan harinya. Padahal angin pagi sejuk mencintainya, mengajak bercanda pada keringat di kulit, padahal memudakan kembali badan dan pikiran. Kadang manusia melupakan badannya, melupakan nikmat sehatnya.
Di sisi lain, ada juga manusia yang berlebihan dengan badannya, yang mencintai badannya lalu melupakan pikirannya. Mereka berjoget bangkitkan birahi, atau memamerkan tubuh yang begitu seksinya, pada pinggul-pinggul dan ototnya yang mengencang. Pikirannya ditutup lalu memfitnah dan merendahkan badan-badan kurus kerempeng, merasa bangga dengan badannya yang montok, kurang menysukuri betapa anugerahnya itu semua.
Mereka-mereka macam pangeran-pangeran perisai dari emas, berdada tangguh dan bermata tajam. Senyum dan amarahnya adalah cengkraman dunia istana, semua hal dikritisi layaknya dokter yang mencari tahu penyakit pasien. Semua dilakukan atas dasar kemanusiaan dan kepentingan orang banyak, itu katanya. Mulutnya seperti tak pernah habis bahan bakar, gampang sekali bicara, sangat mudah baginya berbicara kebenaran. Mungkin hidupnya, 90 % berbicara dan 10 % bernafas, sulit dibedakan apa dia bernafas karena begitu banyak kalimat terlontarkan. Namun entah mengapa hal itu menjadi omong kosong, terlalu banyak bicara sampai lupa bahwa hati juga harus bicara. Terlalu banyak mencari kebahagiaan pada harta dan tahta, namun lupa bahwa hati juga ingin bahagia. Terlalu banyak berfikir yang tak bermanfaat sehingga lupa bahwa ada seni dan budaya yang mampu bahagiakan hatinya.
Syaidina Umar Bin Khattab berkata “Hisablah dirimu, sebelum kamu dihisab…”