Setelah terjadi diskusi yang cukup memakan otak antara saya dan santo (teman seperjuangan di yayasan) dengan hidangan sebuah es fanta yang dibeli di mc donall's pasaraya manggarai dari jam 3.30 sore sampai jam 5.30. Saya ke yayasan untuk membahas soal yang sama ditambah beberapa tokoh agar menghasilkan keputusan yang terbaik sampai magrib tiba, dan menhasilkan keputusan yang cukup berisiko.
Jam 8 malam saya dan santo pergi ke kawasan restoran di pancoran jalan gatot subroto (dari saharjo menuju pasar minggu, di pancoran belok kiri) untuk membahas lebih lanjut tentang proyek yang sudah kami bahas sore tadi.
Restoran The coffe bean and the tea leaf, tepat didepan jalan raya di kawasan TIS Sqaere saya, santo dan beserta para anggota yang terlibat dalam proyek tersebut, kami membahas dengan sangat hati-hati dan saling menghormati, juga saling bersahabat. Kami memilih tempat duduk di lantai dua dengan dua meja yang bulat dan lima kursi saling berhadapan, dua kursi bulat tanpa sandaran untuk satu orang setiap kursinya, dua kursi sandaran untuk satu orang setiap kursi dan satu kursi sandaran untuk dua orang. Saya duduk di kursi tanpa sandaran menhadap satu kursi sandaran (untuk dua orang), santo di sebelah kanan saya menghadap kursi dengan sandar, sedangkan saya membelakangi jalan besar. Semua bangku di sini empuk dan mewah, suasananya pun sangat berkelas. Suasana hati saya sangat heran dan takjub dengan kebesaran restoran ini.
Di depan saya ada mba oya yang merupakan seorang senior bisnis manajer, sebelah kiri mba oya ada loli (seorang wanita cantik berambut bule panjang dan bergelombang dengan kulit yang putih), loli ini orang perancis, saat pertama saya duduk, mba loli sedang asyik ngobrol dengan HP-nya dengan bahasa perancis. Dan di kiri saya ada yuni (seorang bisnis manajer baru berkacamata). Sebelum bercakap-cakap saya ditawari oleh mba oya sebuah cokelat, karena santo mengambil cokelat itu maka tanpa kalah saya ikut ngambil agar tidak penasaran dengan rasanya, rasanya cokelat itu agak sedikit aneh, lalu mba oya menjelaskan bahwa cokelat itu asli dan mengandung brandy. Sial…. Ternyata pas saya liat bungkusnya, tergambar bir brandy, ya sudahlah, sudah terlanjur, tapi rasanya benar-benar terasa di lidah, tenggorokan dan juga sedikit di otak. Lalu saya disediakan coffe dengan ukuran gelas besar dengan gula terpisah dalam bungkus, ada gula yang tidak mengandung kolesterol dan gula biasa, tinggal pilih. Mba oya juga menaruh buku the secret dan tentang soeharto di atas meja sebelum akhirnya memindahkan di bangku yang baru saja diambil olehnya agar meja di depan kami tidak sempit.
Tak lama kemudian muncul seorang bapak-bapak, lalu semua bersalaman. Mba oya, loli dan yuni langsung menyambut dengan tangan dan kedua pipi mereka masing-masing ke pipi sang bapak tersebut. Loli dan yuni umurnya mungkin sekitar 25 sampai 28 tahun, sedangkan mba oya sekitar 35 tahun. Bapak itu bernama akhwan, setelah pak akhwan datang, kami langsung membahas masalah tersebut yang dijelaskan oleh santo (karena santo lebih paham dari saya), ternyata masalah tersebut disambut baik oleh mereka semua. Dan kami pun mendapat benang merah dari pembahasan tersebut. Sekitar setengah jam berlangsung, pak akhwan harus meninggalkan kami karena ada urusan beliau, kami langsung pamitan, kini tangan pak akhwan yang berusia sekitar 40 di taruh di kening oya, loli dan yuni, saya dan santo ikut-ikutan.
Setengah jam setelah pak akhwan pergi, muncul seorang laki-laki dan perempuan, kami pun bersalaman, loli dan yuni menyambut kedua orang tersebut dengan tangan dan ciuman di kedua pipinya termasuk kepada laki-laki tersebut, laki-laki itu berkulit putih, kurus, botak sedikit rambut, jenggotan dan sipit berkacamata yang sedang asyik merokok (loli juga merokok pas alan datang), persis orang jepang, umur sekitar 28 sampai 30 tahun atau lebih (saya tak bisa prediksi). Setelah banyak bercerita ternyata nama lelaki tersebut ialah alan yang kuliah di university of oragen di USA, dia sedang ada proyek membangun rumah di Sudan, Afrika.
Mereka semua adalah tim suatu organisasi (saya tak bisa menjelaskan namanya), yang sedang melakukan proyek kebaikan untuk yayasan Nurul Iman, saya dan santo adalah utusan Nurul Iman.
Selesai jam 11 malam, langsung bersalaman, lagi-lagi mereka selalu bercium pipi walau beda jenis kemaluannya. Saya dan santo hanya menyambut baik niatnya.
Yang jadi pertanyaan bagi saya!
mengapa akhir-akhir ini kehidupan saya begitu mewah dan eksklusif? Mulai dari undangan di wisma haji jalan jaksa, makan malam di jalan sabang, kini meeting di restoran elit. Semua hidangan makanan dan minumannya sangat mewah dan berkelas. Padahal kemiskinan ada di sekitar rumah saya, dan selalu mengajak saya untuk hidup sederhana.
Kedua, apakah ini jalan hidup saya? Sedangkan teman-teman kampus mungkin sedang mengejar dan mempersiapkan masa depannya secara baik-baik.
Ketiga, kenapa saya bisa sampai berhadapan dengan orang-orang yang berkelas? Seperti loli, seorang wanita cantik dari perancis, alan dari amrik, belum saat di wisma haji. Sedangkan di rumah selalu bertemu dengan orang-orang yang untuk makan saja susah setiap harinya.
Keempat, mereka itu berkelas atau memang gayanya seperti itu? Hidup mewah, cerdas, loli aja yang cantik merokok. Mba oya dengan cokelat brandy yang mahal (kali). Sedangkan di kampus banyak sekali teman-teman saya yang berjilbab, atau ikhwan dan akhwat yang baik-baik. Tidak bersalaman jika bukan mukhrim, apalagi cium pipi (hanya untuk suami atau isterinya saja lah).
Malam ini saya tidak bisa tidur, mungkin karena coffe itu padahal besok pagi ada janji di kampus. Ya sudah, untuk ini semua, saya pasrahkan pada Allah yang Maha Kuasa, karena saya memang sangat susah terlepas dari ini semua, pertemuan itu pun bukan kehendak saya, tapi saya senang melakukannya, kebetulan saya lagi libur kuliah. Besok ke restoran mana lagi ya?
No comments:
Post a Comment