Dari suara yang tak terdengar
Menggeliat bagaikan Dewa Zeus
Sebuah hempasan tak bernyawa
Selama Dia masih ada…
Rasa sakit ku
Ku tenggelamkan di dasar matahari
Demi para dewa
Lalu ku ingin berlari
Sekali lagi berlari
Sepuas ku berlari
Dan terus berlari…
Tuesday, July 13, 2010
Wednesday, July 7, 2010
Toy Story 3...
Kalau dipikir-pikir dan terus di kritisi tentang Negara ini memang menyakitkan. Mau dengerin musik Indonesia, semakin lama semakin banyak namun semakin lebay atau semakin tidak berkualitas, lagunya kebanyakan cinta yang cengeng. Tentang Piala Dunia tentunya Timnas Indonesia sangat tidak berdaya. Tentang kepemerintahan dan pekerjaanpun Indonesia seperti tak berdaya. Gembor-gemboran untuk menyemangati anak muda untuk berkarya namun rasanya tetap saja negeri ini tidak berubah. Kasihan…
Kali ini saya ingin berkomentar tentang Film animasi yang memang Indonesia juga tidak berdaya bersaing. Minggu lalu setelah pulang kerja saya mampir di Cineplex untuk menonton Toys Story 3 dengan layar 3 dimensi. Ya ampun, itu film walau ceritanya sederhana tapi sangat menakjubkan.
Kualitas gambar, suara dan instrument begitu sempurna. Di saat adegan lucu, semua tertawa dan ketika sedih semuanya pun diam, sambil melirik-lirik ke samping saya lihat ada yang nangis karena terharu. Sebuah cerita tentang kesetiaan antara mainan dengan pemiliknya yang dikemas dengan begitu indah, membuat saya terkesima. Bukan tentang seorang yang hebat, kuat dan pahlawan, tapi cuma kenangan. Kenangan antara pemilik dan mainannya. Ya ampun bagusnya…
Coba deh bayangin cara pembuatan film tersebut, pasti banyak yang bekerja didalamnya. Mulai dari pengetahuan teknologi, pembuat sampai pemasaran, mereka bekerja sama begitu baik. Pekerjaan yang mulia karena dapat meringankan beban para penonton. Bagusnya…
Kali ini saya ingin berkomentar tentang Film animasi yang memang Indonesia juga tidak berdaya bersaing. Minggu lalu setelah pulang kerja saya mampir di Cineplex untuk menonton Toys Story 3 dengan layar 3 dimensi. Ya ampun, itu film walau ceritanya sederhana tapi sangat menakjubkan.
Kualitas gambar, suara dan instrument begitu sempurna. Di saat adegan lucu, semua tertawa dan ketika sedih semuanya pun diam, sambil melirik-lirik ke samping saya lihat ada yang nangis karena terharu. Sebuah cerita tentang kesetiaan antara mainan dengan pemiliknya yang dikemas dengan begitu indah, membuat saya terkesima. Bukan tentang seorang yang hebat, kuat dan pahlawan, tapi cuma kenangan. Kenangan antara pemilik dan mainannya. Ya ampun bagusnya…
Coba deh bayangin cara pembuatan film tersebut, pasti banyak yang bekerja didalamnya. Mulai dari pengetahuan teknologi, pembuat sampai pemasaran, mereka bekerja sama begitu baik. Pekerjaan yang mulia karena dapat meringankan beban para penonton. Bagusnya…
Tuesday, July 6, 2010
Mengkritisi Geografi Abis-abisan…
Saya masih ingat pertamakali saya masuk Departemen Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Indonesia, Depok. Sekitar 5 tahun yang lalu, awal semester saya digembleng oleh ilmu-ilmu dasar Geografi dan MIPA. Nilai-nilai saya memang tidak bagus saat kuliah, tapi bukan berarti saya tidak paham tentang geografi.
Kebanyakan mahasiswa di Geografi UI ini rata-rata adalah anak buangan, yaitu anak yang saat ujian masuk Universitas di pilihan kedua atau lebih. Maka tidak heranlah saya dan beberapa teman saya banyak yang bingung tentang masa depan kami setelah lulus nanti. Lebih bingung lagi mengapa geografi yang saya kami kenal di SMA ada di IPS, lalu sekarang ada di IPA.
Dar der dorrr… dengan cepat senior-senior dan alumni dari kami menggembor-gemborkan geografi. Mengangkat nama geografi begitu Indah di saat perkenalan awal kami dengan rumah baru kami yaitu Departemen Geografi. Berbagai organisasi dan komunitas seakan menarik-narik saya untuk masuk, dengan memamerkan aliran-alirannya. Di Geografi UI sendiri sangat terasa tarikan anak-anak GMC (Geographical Mountainering Club), dan tarikan anak-anak Mushola.
Sebenarnya tarikan-tarikan perkumpulan memang tidak penting dibicarakan dalam konteks ini namun itu juga akan mempengaruhi pikiran saya saat ini.
Dalam awal-awal kuliah saya mulai mendengar Geografi dari dosen satu kedosen satu yang lain, setiap dosen memberikan arti tersendiri terhadap hal geografi. Di pertemuan awal itulah saya masuk dalam lingkungan. Seolah-olah saya melihat iklim, curah hujan, tanah, geomorphology, hidrology dan hal-hal yang berhubungan dengan fisik. Pertengahan kuliah atau di tingkat 2 dan 3 mulai mempraktekan GIS. Kehidupan saya sibuk dengan lingkungan, dan saya merasa hebat dengan pengetahuan yang saya miliki.
Tingkat 3 sampai 4 saya mulai merasakan romantisnya geografi dengan mempelajari hal-hal social seperti Geografi Perkotaan, Transportasi dan Pemasaran. Di sini saya mulai sadar bahwa Geografi sangat dibutuhkan sebagai analisis spasial untuk memecahkan masalah-masalah dalam suatu wilayah. Di tingkat 4 lah saya baru bisa memahami apa itu geografi, yang menyebabkan Skripsi saya mendapat nilai A.
Pak Cholif sebagai dosen Geografi Manusia yang mengajarkan pengantar geografi ini salah satu dosen tua yang berfikir muda. Sejak awal beliau langsung mengajak mahasiswa untuk belajar dan terus belajar. Beliau mengajak untuk memiliki softsklill yang tinggi, mengajarkan kejujuran dan menghargai segala yang ada di dunia. Beliau langsung menyatakan kepada mahasiswa geografi untuk tidak menjadi operator, tidak hanya bekerja sebagai GIS (geografi informasi system). Beliau mengajak mahasiswa untuk mampu berpikir spatial (keruangan), kata beliau hanya dengan berpikir secara spatiallah dimana lahan pekerjaan geografi tidak dicuri oleh jurusan-jurusan lain. Dan ini terbukti setelah saya masuk dunia kerja, dimana jurusan lain juga bisa menjadi GIS bahkan lebih hebat dari GIS yang ada di Geografi UI.
Mas Hafid, sosok dosen yang sangat kritis ini gayanya selalu tenang, dan pembawaan ngajarnya sangat berkobar-kobar. Terkadang melihat beliau mengajar, bulu kuduk saya merinding. Pure dosen, saya anggap beliau adalah kharisma yang dimiliki geografi. Bagaimana tidak, teori-teori ekonomi dan masalah-masalah modern di dunia selalu disajikan saat kami kuliah. Saya terasa kuliah dalam sejajar level internasional ketika beliau yang ngajar. Beliau sangat asik diajak diskusi, cara ia menjelaskan sesuatu seperti Raja Agung yang menjelaskan kepada anak kecil. Dia tidak akan menjawab langsung pertanyaan saya, dia akan menguraikan satu persatu mulai dari hal yang terkecil sampai akhirnya saya bisa menjawab pertanyaan saya sendiri tanpa beliau kasi tau. Logika perbandingan selalu beliau bawa dalam menyajikan permasalahan.
Mas Arko, anak solo ini bukan orang biasa. Jiwanya sangat muda dan pemberontak. Saya rasa beliau termasuk orang yang tidak suka diatur atur. Tapi jangan salah, mungkin dia dosen paling sukses dalam hal materi dibanding dosen lainnya. Selain mengajar geografi ekonomi dan pemasaran, beliau juga bekerja sebagai konsultan asing bersama orang-orang asing kini beliau mempunyai kantor di eropa. Bekerja dengan bayaran sangat mahal diluar namun tetap menjadi dosen dan berbagi kepada mahasiswa. Orang asing banyak yang belajar kepadanya. Setiap ngajar di geografi UI, ia selalu menceritakan pengalamannya bekerja, mulai dari pns, konsultan dan lain-lain, yang akhirnya memilih menjadi dosen. Sekarang beliau juga menjadi penasehat kebijakan Rektorat UI.
Bu Wid, atau bu cuplis ini orangnya sangat kritis. Pembawaan beliau selalu santai namun tidak suka bila ada yang melanggar perjanjiannya. Dosen geografi transportasi dan perkotaan ini memegang teguh prinsip kejujuran dan kedisiplinan. Beliau mengajak mahasiswa untuk kreatif dan kritis. Beliau sering menyajikan kekeliruan pemerintah dalam pembangunan wilayah, yang menyebabkan buruknya suatu wilayah. Beliau sering mengajak kami untuk melihat keadaan diluar, keadaan social dan fisik. Mengajak kami lebih mendalah suatu wilayah. Smart, gambaran dosen yang satu ini.
Selain 4 dosen ini sebenarnya banyak dosen-dosen hebat lainnya, hanya saja saya kurang mengaguminya karena dosen lain banyak yang sibuk dengan proyek lainnya sehingga kurang care dengan kualitas SDM mahasiswanya, atau ada dosen hebat tapi kurang bisa dalam mengajar.
Dari sini jelaslah bahwa saya memang tidak begitu menyukai GIS (geografi informasi system), saya selalu sependapat dengan dosen yang saya kagumi bahwa GIS adalah alat. Saya juga tidak menyukai pekerjaan yang tidak jelas alias banyak diamnya, tidak suka pula menjadi PNS. Tapi ternyata…
Setelah ikut survey akhirnya kini saya bekerja di konsultan IT & GIS, pekerjaan saya jauh dari teori di kuliah. Dengan sangat terpaksa saya mempelajari software yang berhubungan dengan pekerjaan saya. Tak lama kemudian saya ditempatkan di Deputi 1 BPN (Badan Pertanahan Nasional) RI. Di sini saya memeggang aplikasi geodatabase, bekerja diruang server sendiri. ArcGIS Desktop, Server, SDE, dan oracle adalah makanan sehari-hari. Terkadang saya presentasi, atau menemani bos saya presentasi di depan para pejabat. Saya sendiri sering dimintai bantuan dari pegawai disini bahkan pernah ada yang datang dari kanwil Jatim. Lambat laun saya mulai memahami apa yang terjadi di Pertanahan Indonesia.
Beberapa kali saya merasa ingin berhenti dari kerjaan ini, kadang saya kesal dengan bos saya yang lamban membantu saya saat ada masalah, kadang kesal dengan pegawai di sini karena mereka meminta apa yang saya tidak bisa. Saat itu pikiran saya sering pusing dan terbebani, saya merasa bertanggung jawab dengan Negara dan uang rakyat. Tapi ini sudah selesai, sekarang saya merasa lebih kuat bila ada masalah dalam pekerjaan.
Saya pun mulai mengerti tentang karir anak geografi, saat ini memang mereka kebanyakan lari ke GIS karena tuntutan lowongan. Teman-teman saya pun bekerja sebagai GIS, selainnya sebagai surveyor dan guru. Kesal… satu kata untuk geografi, ada bebrapa lowongan sebgai CPNS diantaranya PU, BPN, DKP, Kehutanan, Bakosurtanal, Depbudpar, BPS dan lain-lain. Tapi dimanakah analisis spatial ini ?
Bukan saya meremehkan PNS, berhubung saya bekerja di tempat PNS maka saya bisa mengetahui sedikit apa yang akan saya kerjakan nanti setelah jadi PNS. Jujur saya melihat PNS dapat mematikan cara berfikir manusia, membuat manusia stak disitu-situ saja kecuali bila orang itu kreatif. Di perusahaan swasta sendiri geografi juga dikenal sebagai GIS yang akan mematikan juga cara berfikir manusia.
Menurut saya PNS dan GIS dapat menurunkan kualitas berfikir seorang geografi yang sudah banyak belajar tentang aspek-aspek keruangan. Geografi menjadi tidak indah dengan dua unsur tersebut, walau saya tahu semua ini adalah tuntutan hidup yang memerlukan nafkah. Dan dua hal ini justru melekat pada diri saya saat ini yang menyebabkan saya kini berada di fase yang rendah.
Mari kita flashback sejenak seperti apa geografi yang sebenarnya, ini bukan masalah uang, tapi masalah apa yang dirasa… Ingat, hidup cuma sekali…dan ingat untuk apa dosen-dosen hebat itu mengajarkan kita…
Kebanyakan mahasiswa di Geografi UI ini rata-rata adalah anak buangan, yaitu anak yang saat ujian masuk Universitas di pilihan kedua atau lebih. Maka tidak heranlah saya dan beberapa teman saya banyak yang bingung tentang masa depan kami setelah lulus nanti. Lebih bingung lagi mengapa geografi yang saya kami kenal di SMA ada di IPS, lalu sekarang ada di IPA.
Dar der dorrr… dengan cepat senior-senior dan alumni dari kami menggembor-gemborkan geografi. Mengangkat nama geografi begitu Indah di saat perkenalan awal kami dengan rumah baru kami yaitu Departemen Geografi. Berbagai organisasi dan komunitas seakan menarik-narik saya untuk masuk, dengan memamerkan aliran-alirannya. Di Geografi UI sendiri sangat terasa tarikan anak-anak GMC (Geographical Mountainering Club), dan tarikan anak-anak Mushola.
Sebenarnya tarikan-tarikan perkumpulan memang tidak penting dibicarakan dalam konteks ini namun itu juga akan mempengaruhi pikiran saya saat ini.
……… back to campus ………
Dalam awal-awal kuliah saya mulai mendengar Geografi dari dosen satu kedosen satu yang lain, setiap dosen memberikan arti tersendiri terhadap hal geografi. Di pertemuan awal itulah saya masuk dalam lingkungan. Seolah-olah saya melihat iklim, curah hujan, tanah, geomorphology, hidrology dan hal-hal yang berhubungan dengan fisik. Pertengahan kuliah atau di tingkat 2 dan 3 mulai mempraktekan GIS. Kehidupan saya sibuk dengan lingkungan, dan saya merasa hebat dengan pengetahuan yang saya miliki.
Tingkat 3 sampai 4 saya mulai merasakan romantisnya geografi dengan mempelajari hal-hal social seperti Geografi Perkotaan, Transportasi dan Pemasaran. Di sini saya mulai sadar bahwa Geografi sangat dibutuhkan sebagai analisis spasial untuk memecahkan masalah-masalah dalam suatu wilayah. Di tingkat 4 lah saya baru bisa memahami apa itu geografi, yang menyebabkan Skripsi saya mendapat nilai A.
… Pemikiran yang saya kagumi …
Setelah 4 tahun belajar disana, saya mengaggumi pemikiran dari beberapa dosen saya di sana. Diantaranya Pak Cholif, Mas Hafid, Mas Arko dan Bu Wid. Menurut saya 4 dosen ini adalah orang yang sangat penting dalam perkembangan geografi ke depan, 4 dosen ini mengajak saya melihat jauh kedepan, melihat masalah yang akan datang dan cara-cara menyelesaikannya.Pak Cholif sebagai dosen Geografi Manusia yang mengajarkan pengantar geografi ini salah satu dosen tua yang berfikir muda. Sejak awal beliau langsung mengajak mahasiswa untuk belajar dan terus belajar. Beliau mengajak untuk memiliki softsklill yang tinggi, mengajarkan kejujuran dan menghargai segala yang ada di dunia. Beliau langsung menyatakan kepada mahasiswa geografi untuk tidak menjadi operator, tidak hanya bekerja sebagai GIS (geografi informasi system). Beliau mengajak mahasiswa untuk mampu berpikir spatial (keruangan), kata beliau hanya dengan berpikir secara spatiallah dimana lahan pekerjaan geografi tidak dicuri oleh jurusan-jurusan lain. Dan ini terbukti setelah saya masuk dunia kerja, dimana jurusan lain juga bisa menjadi GIS bahkan lebih hebat dari GIS yang ada di Geografi UI.
Mas Hafid, sosok dosen yang sangat kritis ini gayanya selalu tenang, dan pembawaan ngajarnya sangat berkobar-kobar. Terkadang melihat beliau mengajar, bulu kuduk saya merinding. Pure dosen, saya anggap beliau adalah kharisma yang dimiliki geografi. Bagaimana tidak, teori-teori ekonomi dan masalah-masalah modern di dunia selalu disajikan saat kami kuliah. Saya terasa kuliah dalam sejajar level internasional ketika beliau yang ngajar. Beliau sangat asik diajak diskusi, cara ia menjelaskan sesuatu seperti Raja Agung yang menjelaskan kepada anak kecil. Dia tidak akan menjawab langsung pertanyaan saya, dia akan menguraikan satu persatu mulai dari hal yang terkecil sampai akhirnya saya bisa menjawab pertanyaan saya sendiri tanpa beliau kasi tau. Logika perbandingan selalu beliau bawa dalam menyajikan permasalahan.
Mas Arko, anak solo ini bukan orang biasa. Jiwanya sangat muda dan pemberontak. Saya rasa beliau termasuk orang yang tidak suka diatur atur. Tapi jangan salah, mungkin dia dosen paling sukses dalam hal materi dibanding dosen lainnya. Selain mengajar geografi ekonomi dan pemasaran, beliau juga bekerja sebagai konsultan asing bersama orang-orang asing kini beliau mempunyai kantor di eropa. Bekerja dengan bayaran sangat mahal diluar namun tetap menjadi dosen dan berbagi kepada mahasiswa. Orang asing banyak yang belajar kepadanya. Setiap ngajar di geografi UI, ia selalu menceritakan pengalamannya bekerja, mulai dari pns, konsultan dan lain-lain, yang akhirnya memilih menjadi dosen. Sekarang beliau juga menjadi penasehat kebijakan Rektorat UI.
Bu Wid, atau bu cuplis ini orangnya sangat kritis. Pembawaan beliau selalu santai namun tidak suka bila ada yang melanggar perjanjiannya. Dosen geografi transportasi dan perkotaan ini memegang teguh prinsip kejujuran dan kedisiplinan. Beliau mengajak mahasiswa untuk kreatif dan kritis. Beliau sering menyajikan kekeliruan pemerintah dalam pembangunan wilayah, yang menyebabkan buruknya suatu wilayah. Beliau sering mengajak kami untuk melihat keadaan diluar, keadaan social dan fisik. Mengajak kami lebih mendalah suatu wilayah. Smart, gambaran dosen yang satu ini.
Selain 4 dosen ini sebenarnya banyak dosen-dosen hebat lainnya, hanya saja saya kurang mengaguminya karena dosen lain banyak yang sibuk dengan proyek lainnya sehingga kurang care dengan kualitas SDM mahasiswanya, atau ada dosen hebat tapi kurang bisa dalam mengajar.
Dari sini jelaslah bahwa saya memang tidak begitu menyukai GIS (geografi informasi system), saya selalu sependapat dengan dosen yang saya kagumi bahwa GIS adalah alat. Saya juga tidak menyukai pekerjaan yang tidak jelas alias banyak diamnya, tidak suka pula menjadi PNS. Tapi ternyata…
…setelah lulus kuliah…
Setelah ikut survey akhirnya kini saya bekerja di konsultan IT & GIS, pekerjaan saya jauh dari teori di kuliah. Dengan sangat terpaksa saya mempelajari software yang berhubungan dengan pekerjaan saya. Tak lama kemudian saya ditempatkan di Deputi 1 BPN (Badan Pertanahan Nasional) RI. Di sini saya memeggang aplikasi geodatabase, bekerja diruang server sendiri. ArcGIS Desktop, Server, SDE, dan oracle adalah makanan sehari-hari. Terkadang saya presentasi, atau menemani bos saya presentasi di depan para pejabat. Saya sendiri sering dimintai bantuan dari pegawai disini bahkan pernah ada yang datang dari kanwil Jatim. Lambat laun saya mulai memahami apa yang terjadi di Pertanahan Indonesia.
Beberapa kali saya merasa ingin berhenti dari kerjaan ini, kadang saya kesal dengan bos saya yang lamban membantu saya saat ada masalah, kadang kesal dengan pegawai di sini karena mereka meminta apa yang saya tidak bisa. Saat itu pikiran saya sering pusing dan terbebani, saya merasa bertanggung jawab dengan Negara dan uang rakyat. Tapi ini sudah selesai, sekarang saya merasa lebih kuat bila ada masalah dalam pekerjaan.
Saya pun mulai mengerti tentang karir anak geografi, saat ini memang mereka kebanyakan lari ke GIS karena tuntutan lowongan. Teman-teman saya pun bekerja sebagai GIS, selainnya sebagai surveyor dan guru. Kesal… satu kata untuk geografi, ada bebrapa lowongan sebgai CPNS diantaranya PU, BPN, DKP, Kehutanan, Bakosurtanal, Depbudpar, BPS dan lain-lain. Tapi dimanakah analisis spatial ini ?
Bukan saya meremehkan PNS, berhubung saya bekerja di tempat PNS maka saya bisa mengetahui sedikit apa yang akan saya kerjakan nanti setelah jadi PNS. Jujur saya melihat PNS dapat mematikan cara berfikir manusia, membuat manusia stak disitu-situ saja kecuali bila orang itu kreatif. Di perusahaan swasta sendiri geografi juga dikenal sebagai GIS yang akan mematikan juga cara berfikir manusia.
Menurut saya PNS dan GIS dapat menurunkan kualitas berfikir seorang geografi yang sudah banyak belajar tentang aspek-aspek keruangan. Geografi menjadi tidak indah dengan dua unsur tersebut, walau saya tahu semua ini adalah tuntutan hidup yang memerlukan nafkah. Dan dua hal ini justru melekat pada diri saya saat ini yang menyebabkan saya kini berada di fase yang rendah.
Mari kita flashback sejenak seperti apa geografi yang sebenarnya, ini bukan masalah uang, tapi masalah apa yang dirasa… Ingat, hidup cuma sekali…dan ingat untuk apa dosen-dosen hebat itu mengajarkan kita…
Friday, July 2, 2010
Kiss me...
foto : diambil 2 Juli 2010 dari sini
Kiss me out of the bearded barley Nightly
beside the green, green grass
Swing, swing,swing the spinning step
You wear those shoes and I will wear that dress
Oh, kiss me beneath the milky twilight
Lead me out on the moonlit floor
Lift your open hand
Strike up the band and make the fireflies dance
Silver moon's sparkling S
o kiss me..
Kiss me down by the broken tree house
Swing me upon its hanging tire
Bring, bring, bring your flowered hat
We'll take the trail marked on your father's map
Oh, kiss me beneath the milky twilight
Lead me out on the moonlit floor Lift your open hand
Strike up the band and make the fireflies dance
Silver moon's sparkling So kiss me…
By Six Pence None The Richer
beside the green, green grass
Swing, swing,swing the spinning step
You wear those shoes and I will wear that dress
Oh, kiss me beneath the milky twilight
Lead me out on the moonlit floor
Lift your open hand
Strike up the band and make the fireflies dance
Silver moon's sparkling S
o kiss me..
Kiss me down by the broken tree house
Swing me upon its hanging tire
Bring, bring, bring your flowered hat
We'll take the trail marked on your father's map
Oh, kiss me beneath the milky twilight
Lead me out on the moonlit floor Lift your open hand
Strike up the band and make the fireflies dance
Silver moon's sparkling So kiss me…
By Six Pence None The Richer
Sometimes I was felt so bad and so bored. It’s true, if I have walked alone at night, I was cold too. Actually, what did I do, I did know. I have never been know what would I like to live. I just try to surfive now, just love my self.
I will not desperate whatever of even. The all are challenge of life where I will be better from last day. So I could open my eyes and look outside that I’m not alone… and I wish you could kiss me…
Subscribe to:
Posts (Atom)
Untuk Adik Gaza
Adik, kamu kuat di sana Rambutmu berdebu wangi surga Getaran jari tanganmu dan keringnya kulitmu adalah cinta dari Tuhan yang Maha Besar He...
-
Jum’at kemarin saya di ceritakan oleh mamah bahwa ada anak smp (bekas muritnya saat di SD) meninggal karena jatuh dari bus di daerah matra...
-
Dieng cukup terkenal di negeri kita ini, sebuah dataran tinggi (Plateu) di tengah Pulau Jawa itu memiliki beberapa kawah dan Telaga yang men...
-
Dunia ini seperti serigala yang diam-diam mengumpat melihat manusia yang sedang berjalan di tengah hutan, atau seperti mata-mata untuk keama...