Monday, January 24, 2011

Saya membencinya tapi saya menghisapnya

Pertama kali saya hisap saat saya duuk di kelas 6 SD, lalu saya terus menghisapnya sampai kelas 3 SMP. Dengan merokok saya enjoy, tak peduli apa kata orang yang penting saya terus menjalani hidup. Namun ketika saya SMP, tidak hanya rokok yang menyerang saya dan teman-teman. Lintingan ganja dan narkotika lainnya terus menyerang dari segala arah ketika saya masih muda itu. Dalam waktu yang singkat itu, narkotika berhasil merebut nyawa beberapa teman saya.

Perubahan yang drastis, wanita yang cantik berubah menjadi kurus dan jelek. Beberapa teman mati tragis, ada yang jatuh ke sungai karena sakau, ada yang di WC umum dan ada pula yang di kamar. Saat itu, saya tidak tahu harus berbuat apa untuk keluar dari lingkaran tersebut. Teman-teman terus menawari saya untuk sekedar menghisap atau pun meminum pil haram.
Satu-satuya cara untuk menghindari itu semua, saya harus tidak merokok, ini kata tokoh masyarakat. Dengan lepas dari rokok maka kita tidak akan tergoda untuk melakukan maksiat lainnya yang dapat merusak tubuh.

Itu berhasil kawan, dari awal SMA sampai lulus kuliah saya tidak pernah merokok satu batangpun. Saya seperti terjaga dengan sesuatu yang tidak saya lihat. Namun, ketika saya lulus kuliah dan memasuki lingkungan kerja, tekanan yang tak biasa saya dapatkan kini datang begitu keras. Saya labil tak bisa mengontrol diri.

12 Desember 2009, yang harusnya saya syukuri sebagai hari lahir. Kini malah saya biarkan tubuh kembali kalah dengan rokok, dengan catatan saya tidak bisa berbagi rasa pahit kecuali dengan asap yang meracun. Segalanya bergeming menghisap memory lama yang begitu indah. Saat ini saya tidak tahu bagaimana bisa lepas lagi dari asap-asap keras yang mampu menemani kepahitan ini. Saya membencinya tapi saya menghisapnya.

Sunday, January 16, 2011

Kenduri Cinta

Malam rintik hujan turun sebentar, seperti menonton layar tancap ketika saya ikuti acara Kenduri Cinta di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Seorang tua tunanetra bernama Gilang menyanyikan lagu mimpi dari Ebiet G, saya sejenak kagum melihatnya. Semakin larut malam itu, semakin sunyi dan semakin banyak orang berkumpul untuk melihat dan mendengar Cak Nun, seniman cinta, seniman sepiritual dan seniman hidup sederhana.

Rokok tak bisa saya lepaskan dari mulut kecil ini, karena semakin dingin dan ngantuk di mata. Terbelahak saya ketika Cak Nun bercerita tentang kehidupan seperti sufi-sufi, dengan berbagai logat memberi guyonan agar penonton tidak lelah akan hidup, tidak putus asa, dan selalu gembira karena mampu menikmati hidup.

Thursday, January 13, 2011

Mimpi ku Eropa...

Apa kabar mimpi ku… apa kabar cinta kita… masih setiakah kau menungguku. Wahai mimpi ku, ku ingin kita akan bersama nanti, tak ada yang mengganggu lagi. Wahai mimpi ku… nan jauh disana masihkah memikirkan ku. Aku selalu setia dan terus mengejar mu, aku pasti datang karena hanya kamu yang ku rindukan. Mimpi ku… tetaplah menunggu ku.
Mimpi ku Eropa, kebebasan melintasi indahnya kota. Tertawa memandang budaya yang berbeda, mencium segala hal yang tak terjamah. Mimpi ku eropa, tempat ku memikirkan dalam dingin dan gelap. Menangis karena kerinduanku padamu eropa. Aku mencintai mu eropa… mimpi terindah yang masih menyelinap walau ku tak tahu kapan bias bertemu dengan mu. Wahai mimpi ku eropa, tersenyumlah selalu walau terkadang aku sedikit lelah menyerah mengejar mu...

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia ...