Thursday, July 20, 2023

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia 4,5 tahun masuk kelas TK A dan Lintang anak pertama yang kini berusia 6,5 tahun masuk kelas 1 SD.

Gue gak ngerti kenapa tiba-tiba turun air mata ngeliat Raia masuk sekolah TK untuk pertama kalinya. Tapi setidaknya gue sadar betapa ini adalah kenangan indah yang mungkin tidak gue rasakan di saat kecil. Allhamdulillah anak-anak gue ini deket sama Bapaknya, bisa bercanda setiap hari & tentu bisa bermain bersama. Bisa dikatakan anak-anak saat ini seperti teman, gak ada jarak dan mereka gak takut sama Bapaknya, serta selalu ngomong dan bercerita apapun.

Karena ini juga gue jadi paham kenapa Rejeki itu tidak sekedar uang. Sebanyak-banyaknya uang yang kita miliki tetap saja yang bisa kita makan tidak bisa sebanyak-banyaknya, dia akan menyesuaikan dengan perut. Begitu juga dengan jalan-jalan/ travelling, gue yakin sehebat-hebatnya orang bisa sering jalan-jalan kesana kesini, keluar negeri atau keliling dunia, tetap saja itu tidak bisa membuat seseorang tersebut bahagia. 

Mungkin, ini salah satu bentuk Sang Maha Adil dari Allah SWT, supaya semua manusia bisa merasakan syukur yang mendalam. Rasa syukur ini berbentuk nikmat yang berbeda-beda. Termasuk saat gue mengantar anak sekolah dan tiba-tiba meneteskan air mata. Air mata ini perwujudan dari rasa bahagia sekali. Gak nyangka sekarang udah pada sekolah, tinggal si bayi anak ketiga aja yg masih di rumah. Allhamdulillah.

Tuesday, July 26, 2022

Tidak berharap/ bergantung kepada orang lain dan keadaan adalah hal yang paling bahagia dan beruntung

 Hai teman-teman

Sudah lama saya tidak menulis di blog ini, padahal banyak sekali yang ingin diceritakan tapi belum ada waktunya. Kali ini saya sempatkan disela-sela kesibukan kerjaan dan mengurusi/bermain dengan anak-anak yang kini sudah tiga, Allhamdulillah.

Beberapa bulan terakhir ada kata-kata atau kalimat yang ternyata membuat saya sangat tersentuh dan setidaknya mengubah cara pandang hidup saya padahal kalimat itu sering sekali saya dengar.

Pertama, tentang harapan.

Saya sering mendengar bahwa dalam hidup hendaklah berharap pada Allah SWT saja. Karena inilah saya dari kecil hanya berharap dan berdoa kepada Allah SWT. Tapi tanpa saya sadari ternyata banyak hal-hal dalam hidup dan pekerjaan justru saya masih bergantung kepada orang lain. Ya ternyata bergantung dengan berharap tidak ada bedanya.

Misalkan saat bekerja dan usaha, kadang kala kerjaan dan usaha kita bergantung kepada usaha lain atau orang lain atau kadang faktor lain yang ternyata itu wujudnya adalah bukan Allah SWT. Sebagai contoh para pengusaha membangun perusahaan, ternyata perusahaan tersebut maju pesat karena adanya faktor dari luar, seperti faktor investor, jika tidak ada investor maka tidak bisa jalan. Atau perusahaan dan bisnis akan berjalan jika ada faktor pemberi kerja seperti pemerintah, ada beberapa yang saya lihat perusahaan hidup dan bertahan justru tergantung pejabat-pejabat yang mereka kenal atau istilahnya “orang dalem”. Tanpa faktor luar tersebut, mereka berbisnis tidak ada apa-apanya. Hal inilah yang menyebabkan ketergantungan.

Kebayangkan, bagaimana rasanya bekerja dan hidup bergantung kepada orang lain itu?

Oleh karena itu saya sangat setuju bila ada ulama mengatakan: “orang yang paling beruntung adalah orang yang sedikit memiliki ketergantungan dengan orang lain, bahkan semakin beruntung bila sampai hanya berharap kepada Allah SWT.”

Yang paling terasa memang di dunia kerja, baik itu para pelaku usaha ataupun para pengambil kebijakan dan pemerintah. Misalkan kamu seorang PNS/ ASN, gaji kamu pas-pasan lalu kamu berharap mendapatkan keuntungan/pemberian dari para pihak ketiga atau dengan cara salah lainnya dengan alih-alih gaji PNS itu kecil, jadi harus seperti itu caranya. Dengan ini, maka kamu sudah menggantungkan sebagian rezeki kepada selain Allah SWT.

Begitu juga bila kamu seorang pengusaha seperti saya atau bukan PNS/ASN, jika kamu masih melakukan hal-hal yang sifatnya memanipulasi atau bohong maka itu juga bagian dari menggantungkan diri selain Allah SWT.

Di sini bukan soal sistem di negeri ini yang belum benar/ salah sehingga ada saja ketidakcukupan biaya hidup, sehingga terpaksa melakukan hal-hal yang tidak benar. Saya sendiri meyakini bisa saja kebohongan seseorang dalam sistem tidak dinilai dosa oleh Allah SWT. Yang menjadi masalah adalah ketika hal-hal seperti itu justru membuat kita bergantung dengan orang lain dan melupakan Allah SWT yang merupakan pemilik alam semesta dan mencukupi hiudp mahluknya.

Kebergantungan/ berharap selain Allah SWT ini kadang membuat manusia menjadi lemah, dan tidak percaya dengan dirinya. Padahal kalau orang mau mendapat pekerjaan tambahan, di zaman sekarang itu banyak sekali peluangnya asal mau mencari.

Jangan sampai, kamu bahagia jika masuk universitas ternama, atau bahagia bila dapet proyek, atau bahagia bila mendapatkan pasangan hidup yang keren. Jangan sampai kamu bahagia tetapi menunggu, karena menunggu bisa jadi bergantung. Masa iya kamu bahagia bila dapet duit banyak, tapi saat duit dikit kamu tidak bahagia. Masa iya kamu bahagia bila dapet kerja diperusahaan besar? apa tidak bisa kamu bahagia dengan apa yang kamu dapatkan saat ini?

Kedua, tentang keadilan.

Selain tentang harapan/kebergantungan ini, sebenarnya adalagi yang merubah pola pikir saya, yaitu tentang keadilan di dunia. Seumur hidup saya, saya belum pernah melihat sesuatu hal yang benar-benar adil, baik itu dalam bekerja, hukum pemerintah, kesenjangan sosial, atau yang paling dekat dengan kita, terkadang kita suka ada saja perselisihan antar sodara, suami istri atau dengan teman, yang bisa jadi ada yang merasa tidak adil.

Yup, ketidakadilan ini seringkali membuat orang kecewa dan malas menjalani hidup. Padahal setiap kita sholat selalu mengucapkan “Malikiau Middin”, dari situ sudah jelas hanya Allah SWT yang dapat melakukan keadilan sebenar-benarnya adil sempurna. Jadi wajar saja bila hidup di dunia terkadang merasa ada ketidakadilan, baik itu hidup maupun bekerja.

Harapan/Ketergantungan dan keadilan hanya kepada Allah SWT setidaknya membuat saya merasa lega, tenang dan santai dalam hidup, Allhamdulillah… Kita tidak perlu takut kehilangan apapun karena yang kita dapatkan sebenarnya pemberian/ amanah dari Allah SWT.

Sunday, July 5, 2020

Beruntungnya anak Geografi… Kunci 2 dan 3

Sebelumnya sudah saya beri tahu kunci pertama kekuatan ilmu geografi yang bisa dibaca di sini, selanjutnya tentang kunci lain bila kita ingin berkiprah lebih lanjut. 

Geografi di Indonesia menurut saya saat ini sudah lebih terkenal dibanding tahun-tahun sebelumnya, bahkan semua orang mulai mengakui betapa pentingnya peta atau data lokasi dalam melakukan kebijakan. Dan hampir seluruh di instansi pemerintah dan perusahaan swasta menggunakan ilmu geografi, sehingga anak geografi mulai tersebar di seluruh sektor dan pelosok Indonesia. Ini adalah kabar menggembirakan buat teman-teman lulusan geografi.

Tetapi, jangan senang dulu, kabar gembira ini belum sepadan dengan geografi yang sebenarnya. Mengapa? Karena data lokasi atau peta yang semakin populer ini dikenal masyarakat melalui SIG (Sistem Informasi Geografis), yang mampu menampilkan data lokasi dalam bentuk peta. Sehingga sebagian besar lowongan pekerjaan beberapa tahun terakhir ini kebanyakan hanya membuat peta, jarang sampai ada yang menggambarkan masalah dan menjawabnya secara logis dengan bantuan data spasial atau peta. Dengan kata lain, Indonesia saat ini baru bisa membangun data, belum sampai melakukan analisa dan otomatisasi, apalagi membicarakan BIG DATA maupun AI (artificial intelligence).

Sebenarnya hal ini sangat menyedihkan, disaat kita sibuk membangun data yang tidak selesai-selesai, dinegara lain sedang melakukan inovasi terhadap data analisa maupun otomatisasi sistem berbasis lokasi.

Satu-satunya cara untuk bisa bersaing dengan negara lain dan ikut berperan terhadap otomatisasi analisis spasial, adalah dengan mengembangkan sendiri sistem tersebut dan tidak berfokus kepada pengumpulan data semata.

Oleh karena itu, Geografi perlu dipadu dengan teknologi informasi, atau mungkin membangun sendiri sebuah jurusan baru geografi teknologi informasi atau teknologi geospasial. Teknologi geospasial yang saya maksud bukanlah sebagai pemakai software atau sistem, tetapi pembangun sistem itu sendiri, yang mana pemanfaatannya untuk berbagai hal termasuk mempercepat akuisisi data, analisis spasial dan otomatisasi pengambil kebijakan. Sehingga menciptakan sebuah sistem baru yang fungsinya untuk mempercepat proses.

Saya ingatkan kembali bahwa teknologi geospasial yang saya maksud adalah “memadukan ilmu geografi dengan teknologi informasi yang berfungsi untuk menciptakan sebuah sistem baru yang fungsinya untuk mempercepat proses, dalam menggambarkan masalah dan menyelesaikannya”.

Dengan demikian, tantangan selanjutnya adalah dunia geospasial teknologi itu sendiri yang perlu kita tahu. Teknologi apa yang ingin kita gunakan? Dan software apa yang ingin kita gunakan? Atau perlukah kita membangun software sendiri? Loh kenapa harus bicara software atau sistem?

Ya, penting sekali membicarakan software dan sistem, saya beri contoh, mengapa Indonesia yang negaranya besar ini tidak pernah terwujud simpul jaringannya data spasial dari Sabang sampai Merauke? Lalu mengapa smart city hanya mampu di beberapa kota saja? Tidak seluruh kota, apalagi kabupaten. 

Ini tidak lain dan tidak bukan karena kita, para geografi ataupun semua jurusan yang menggunakan pengolahan data spasial, mayoritas dari kita hanya sebagai pemakai software GIS, dan software yang kita gunakan adalah software berbayar. Sementara negara lain sudah tidak perdulikan sofware lagi, tetapi kebanyakan mengembangkan sistem. 

Loh apa hubungannya dengan software berbayar? 
Jika anda tahu betapa mahalnya membangun WebGIS dengan software berbayar, padahal webgis merupakan software yang mampu dikembangkan untuk melakukan otomatisasi, dan mampu melakukan berbagi data dan analisa, dan webgis adalah dasar pengembangan Smart City, dan dapat juga dikembangkan mempercepat akuisisi data spasial di lapangan. Kenyataannya, pemerintah daerah di Kabupaten/Kota banyak yang tidak mampu membeli software berbayar tersebut. 

Itu baru webgis, belum aplikasi GIS desktopnya juga sama mahalnya. Tapi kita diam saja, malah terus memakai software bajakannya. Loh memang kenapa?

Begini teman-teman, software GIS berbayar itu sengaja membuat kita terbiasa menggunakannya agar kita kecanduan, setelah kecanduan akhirnya kita terpaksa membeli lisensi-nya. Lalu bila itu sifatnya layanan tahunan, maka kita terus menerus membayarnya tiap tahun. Dan itulah yang terjadi di Negara yang kita cintai, Pemerintah Pusat beramai-ramai membeli software lisensi tersebut dan tiap tahunnya terus melakukan pembelian lisensi ataupun maintenance-nya. Sementara pemerintah daerah hanya berdetuk kagum dengan kecanggihan software tersebut tanpa bisa menggunakannya karena tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membeli.

Gara-gara software tersebut akhirnya para pengguna data GIS atau spasial di Indonesia hanya mampu menggunakan software tanpa bisa membangun sistem sendiri. Akhirnya BIG DATA, AI dan OTOMATISASI dalam pemanfaatan data lokasi atau spasial tidak pernah terwujud di Indonesia. Pemerintah fokusnya hanya membeli lisensi software GIS dan maintenance tiap tahun, yang sudah jelas software tersebut dibangun oleh negara asing. 

Lalu harusnya bagaimana?
Pemerintah harus mengembangkan SDM nya untuk bisa menciptakan software GIS atau sistem untuk otomatisasi data lokasi tersebut, tanpa harus membeli lisensi. Karena, saat ini semua hal ini mungkin dilakukan bahkan saya bersama teman-teman sudah melakukannya, hanya belum sepopuler mereka yang berlisensi.

Jika teman-teman yang membaca tulisan saya ini, kenal dengan saya dan tahu apa yang saya lakukan bersama Dasmap, saya ingin kasih kunci kedua anda sebagai ahli geografi ataupun ahli lainnya yang berkaitan dengan teknologi geospasial. 

…. Kunci Kedua….

Saya lulus kuliah Geografi UI pertengahan tahun 2009, di akhir tahun 2009 sampai pertengahan 2011 saya bekerja di salah satu konsultan, dan saya masuk dibidang IT dan GIS. Di sana saya membangun WebGIS dengan software berbayar di berbagai instansi pemerintah, sekali membangun WebGIS tersebut biayanya bisa mencapai lebih dari 4 miliar, sementara pekerjaan tersebut dilakukan oleh sekitar 2 sampai 4 orang termasuk saya di dalamnya. Pekerjaannya sederhana, hanya melakukan instalasi, membangun geodatabase dengan oracle/SQL Server/PostgreSQL, membangun webGIS dan service map, membuat arsitektur program, kamus data, dan terkadang integerasi data. Meskipun sederhana namun sering begadang karena pada tahun itu data spasial di Indonesia sangat rusak atau berantakan koordinatnya.

Saat itu saya merasa hebat karena bisa mengembangkan WebGIS bahkan selama hampir 2 tahun bekerja tersebut, saya bisa mengerjakan semua hal dari instalasi sampai akhir. Tapi semua itu terpatahkan, semua kebanggaaan saya terhadap kemampuan saya itu lenyap dan justru saya malah merasa bodoh.

Ya saya merasa bodoh, kenapa saya merasa bodoh?
Ini gara-gara setelah keluar dari konsultan tahun 2011, saya sering ketemu dengan orang termasuk senior-senior dari satu almamater. Biasanya saat ketemu itu, kami berdiskusi dan bercerita tentang pekerjaan, seperti biasa saya selalu menunjukan betapa hebatnya webGIS dan teknologi geospasial yang saya pernah bangun. Dan di tahun 2012 saya terkejut dan kaget, karena ada salah satu WebGIS yang cukup canggih saat itu, dan ternyata dibuat oleh anak geografi yang juga merupakan senior saya. Setelah saya perhatikan dan teliti, ternyata yang dia bangun sudah cukup mirip dengan apa yang bisa dilakukan oleh webgis dari software berbayar, dan lebih mencengangkan lagi, harga jual pembangunan webgis tersebut murah sekali. Bisa seperlima atau bahkan sepersepuluh dari harga license.

Lalu saya berfikir bahwa webgis dengan harga murah ini bisa sekali membantu pemerintah di daerah yang tidak memiliki anggaran tinggi, dan dengan begitu maka simpul jaringan data spasial bisa terwujud, dan smart city juga bisa dilakukan oleh pemerintah daerah.

Subhannnallah… saat itu saya benar-benar terkejut. Betapa bodohnya saya, selama ini saya hanya menguntungkan perusahaan asing melalui webgis berbayar, dan uang yang sudah puluhan miliar keluar karena saya kerjakan tersebut bisa jadi hanya menguntungkan perusahaan dan negara asing, saya ulangi “hanya menguntungkan perusahaan dan negara asing, bukan menguntungkan Indonesia”. 
Akhirnya saya berjanji untuk tidak lagi mengembangkan webgis berbayar, tahun 2013 sampai 2017 saya sering bekerja mengerjakan proyek bersama senior saya tersebut, dan akhirnya awal tahun 2018 kami mendirikan perusahaan sendiri yang fokusnya untuk pengembangan sistem berbasis GIS dengan teknologi geospasial. Masih banyak hal-hal menarik yang bisa diceritakan selama saya bekerja, seperti bagaimana kami mendapatkan penghargaan “Kick Andy Hero tahun 2013”; lalu penghargaan dari Kementerian Kehutanan tahun 2012; pernah juga dipanggil dan diskusi langsung dengan Menteri BAPPENAS dan Kepala BIG untuk membantu menganalisa Selat Sunda dan Pelabuhan Cilamaya.

Loh kunci keduanya mana?
Kunci kedua agar kita merasa beruntung menjadi lulusan Geografi yaitu “mau belajar lagi”. Mau belajar disini artinya tidak harus melanjutkan S2, tapi belajar meningkatkan kemampuan dengan terus memahami masalah dan mencari cara penyelesainnya. Hal ini memang melelahkan, tapi bila kita iklhas mau belajar maka Insyallah nantinya akan mudah. 

Nah, kelemahan lulusan geografi dan bahkan juga lulusan dari jurusan lain adalah mereka menganggap setelah lulus S1 maka urusan hidup anda sudah selesai, hanya tinggal bekerja saja mengikuti sistem yang ada. “Ini salah besar”, jika anda berfikir seperti itu maka anda membiarkan otak anda tidak berkembang, akhirnya anda menjadi lulusan geografi sebagai pembuat peta saja selamanya.

Nah kunci ketiga jika anda benar-benar ingin berkembang di dunia geospasial teknologi adalah “jangan menggunakan software GIS berbayar”, baik software GIS desktop maupun map server, bahkan untuk dokumen saja usahakan jangan pakai office bajakan, dan jika tidak mampu bisan menggunakan WPS. Software GIS desktop seperti Quantum GIS itu sudah sangat bagus saat ini, baik pengolahan, 3D dan layouting, dari sana anda bisa belajar mengembangkan model-model yang cepat atau pulgin. Untuk GIS server anda bisa banyak belajar mulai dari konsep atau arsitektur program, sampai implementasi tools dan engine apa yang digunakannya untuk membangun webgis, sementara database anda bisa menggunakan postgreSQL dan PostGIS yang juga bisa dibuka di QGIS. Jika anda sudah mahir, teruslah belajar dan berkembang sampai bisa melakukan otomatisasi analisa GIS. 

Bersabarlah dalam pembelajaran ini, karena memang tidak mudah, perlu ketenangan hati dalam belajar, serta cobalah memahami segala sesuatu sebelum memulainya. Insyallah anda akan ketemu dengan feeling anda sendiri dan bisa cepat dalam mempelajarinya.

“Mau belajar lagi” dan “jangan menggunakan software GIS berbayar” adalah kunci yang sangat penting bila anda ingin mengembangkan geografi dari sisi teknologi geospasial.  

Tuesday, June 30, 2020

Beruntungnya anak Geografi… Kunci 1

Alhamdulillah… saya sebagai anak lulusan geografi, dan termasuk orang yang bimbang saat awal lulus dari geografi UI, kini merasa semangat sekali bahwa bekal ilmu yang dimiliki benar-benar bisa bermanfaat untuk orang banyak.

Jika anda sebagai mahasiswa geografi UI atau geografi lainnya, yang kampusnya tidak memiliki fakultas geografi atau ilmu kebumian, saya yakin anda kebingungan membaca karir masa depan anda. Kenapa bisa? Ya karena jumlah mahasiswanya tidak sebanyak yang memiliki fakultas, sehingga teman-teman akan merasa seperti sendirian atau sepi untuk berkarir di bidang geografi. Hal ini berbeda dengan geografi yang memiliki fakultas, mereka akan banyak melihat senior-seniornya atau alumninya yang sudah menjadi pejabat diberbagai instansi dan kementerian di negara kita, atau bahkan menjadi direktur dibeberapa perusahaan swasta.

Jika anda benar-benar merasakan apa yang saya rasakan yaitu kebimbangan tentang karir masa depan seperti yang pernah saya tulis dalam blog saya disini. Mari sini saya bisikan tentang betapa beruntungnya kita memiliki ilmu geografi dan saya akan beri tahu cara untuk meningkatkan keilmuan kita sehingga orang lain tidak memandang kita dengan sebelah mata, apalagi bertepuk sebelah tangan.

Sebenarnya, geografi itu adalah ilmu yang sangat sederhana, yang dapat mengetahui masalah-masalah kehidupan, dan hebatnya masalah tersebut dapat digambarkan dengan jelas dalam bentuk muka bumi yang biasa orang sebut “keruangan” atau “spasial” atau “geospasial” atau “informasi geospasial” atau orang awam menyebutnya “peta”.

Selanjutnya, masalah-masalah kehidupan yang kita temukan tersebut tentu ada jawabannya, dan siapapun dan apapun bidang ilmunya bisa menjawab permasalahan tersebut dari sudut pandang ilmunya masing-masing. Kebanyakan jawaban-jawaban tersebut dalam bentuk angka statistik atau grafik, dan sayangnya bentuk statistik dan grafik dianggap belum logis dalam melihat dan menyelesaikan masalah. Lalu bagaimana agar bisa logis? Ya, hampir semua orang yang saya temukan berpendapat bahwa peta bisa membuat masalah dan penyelesaiannya menjadi lebih logis dan dapat diterima oleh akal sehat. 

Jelas ya teman-teman dimana kekuatan anak geografi tersebut? 
Coba renungkan baik-baik yang saya tulis tadi, dimanakah letak kelebihan ilmu geografi?
Saya ulangi lagi, dan coba baca kembali 2 paragraf terakhir yang saya tulis tersebut.
Jika sudah, dimanakah peran ilmu geografi? 
Di petakah? Atau di cara melihat dan menyelesaikan masalahnya?

Nah, di sinilah banyak anak geografi terjebak dalam menafsirkan ilmu geografi itu sendiri.
Kebanyakan dari kita sebagai lulusan geografi berpendapat bahwa kekuatan anak geografi adalah peta, sehingga kita berbondong-bondong mempelajari cara membuat peta dan akhirnya menjadi ahli dalam membuat peta. Bahkan saya menjumpai banyak anak lulusan geografi yang sudah 10 tahun lulus ternyata kemampuannya hanya bisa membuat peta atau layouting. Ini menyedihkan sekali. 

Padahal yang benar, kekuatan geografi adalah bisa melihat masalah dan memecahkan masalah tersebut dalam sudut pandang yang lebih baik dibanding keilmuan lain, kenapa bisa lebih baik? Karena kita mampu melihatnya dari sudut keruangan atau spasial yang dianggap lebih logis dibanding hanya sekedar statistik.

Jadi, jika anda bekerja dalam bidang perencanaan wilayah dan kota, kasih taulah ke tenaga ahli lain tentang permasalahan wilayah secara spasial, dan kasih tau juga cara penyelesaian masalahnya agar perencanaan kedepan tidak salah dan menimbulkan kerusakan alam dan sosial.

Jika anda bekerja di dunia GIS teknologi atau IT, kasih taulah ke pengguna bahwa dengan teknologi geospasial tersebut maka permasalahan akan bisa dengan cepat tergambar dan langsung dapat memberikan solusinya.

Jika anda bekerja dibidang sumber daya alam maka kasi taulah cara melakukan eksploitasi dan eksplorasi yang baik secara spasial agar tidak merusak lingkungan sekitar, dan agar alam bisa tetap seimbang, lalu bantulah cara memantaunya dengan spasial.

Jika anda bekerja di pemasaran maka kasi taulah bahwa antara deman dan supply bisa tergambar secara spasial, dan gambarkanlah karakteristik penduduk yang dibutuhkan produk agar tidak salah dalam menentukan lokasi pemasaran, sehingga tidak terjadi kerugian akibat salahnya lokasi, lalu hitunglah biaya-biaya akibat pengiriman barang dan hitunglah proyeksi keuntungannya.

Banyak lagi contoh-contoh peran ilmu geografi dalam kehidupan dan bisnis, kita bisa tahu dengan cara membaca jurnal atau buku terkait, atau bahkan bisa dengan berdiskusi dengan orang-orang pelaku usaha tersebut. Tidak harus melulu kita menjadi PNS atau ASN seperti kata orang tua kita, teman-teman bisa bisikan ke orang tuanya bahwa bekerja dimanapun kita tetap bisa hidup selamanya dan tetap mencukupi kebutuhan hidup.

Tadi telah saya kasi tau kunci kekuatan geografi, yaitu dapat melihat masalah dan memecahkan masalah dalam sudut pandang yang lebih logis yaitu dengan cara memandang spasial. Spasial ini bisa berbentuk 2 dimensi, 3 dimensi atau 4 dimensi, entah apapun dimensinya, tapi yang namanya spasial sudah pasti memiliki ruang dan waktu. Janganlah berfokus dan menghabiskan waktu hanya untuk membuat peta, karena kita geografi. Dan juga jangan fokus dalam menguasai menggunakan software, apalagi software itu berbayar, dan anda menggunakan bajakannya yang sudah jelas itu tidak halal.

Jika anda sudah paham apa yang saya sebutkan tadi, selamat ya, anda sudah masuk dalam orang-orang yang beruntung dengan ilmu geografi. Ada satu kunci lagi yang bisa membuat anda naik level sebagai anak geografi. Mau taukah? baca lanjutannya.


Sunday, June 28, 2020

Pentingnya Agama dan Ilmunya

Dalam kehidupan sehari-hari dan bertambahnya usia maka kebutuhan hidup terus meningkat, bahkan semakin pintar dan cerdas, keinginan kita terus bertambah dari waktu ke waktu. Alhasil lambat laun posisi jabatan kerja kita pun terus meningkat dan orang-orang semakin mendengar apa yang kita ucapkan, lalu setiap kebijakan menjadi hal dinanti dan menjadi aturan yang perlu ditegakkan.

Masalahnya, apakah aturan benar-benar akan membuat orang berlaku adil dan bijak? Jika benar, harusnya tidak pernah ada orang yang ditangkap polisi karena menyalahi aturan.

Bagaimana dengan pernikahan? mengapa ada suami istri sampai bercerai padahal pada saat akad nikah, sang suami sudah berikrar janji bahkan atas nama Tuhan bahwa akan menjaga sang istri selamanya.

Manusia, selalu saja pandai beralasan saat ketangkap basah menyalahi aturan, dan selalu bisa mengelak tentang perceraian. Alasan umum kurangnya pendapatan dan ketidakcocokan, akhirnya menyalah-nyalahkan keadaan dan orang lain. 

Itulah kenapa penting sebuah wawasan dan ilmu dalam beragama.
Di agama yang saya anut yaitu Islam, masalah-masalah seperti itu adalah masalah klasik yang sering dijumpai, dan sebenarnya sudah ada jawaban-jawabannya semenjak turunnya Islam yang dibawakan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Kebanyakan kita hanya mengaku beragama tapi tidak tahu apa yang diajarkannya.

Tentang menyalahkan keadaan.
Manusia kebanyakan lupa bahwa rezekinya sudah diatur oleh Allah SWT, dan lupa bahwa setiap manusia akan diuji keimanan dan ketakwaannnya dengan berbagai cara, bisa dengan kelaparan, kekeringan, kebencanaan dan musibah lainnya. Sehingga takdirnya bisa terlihat susah jika hanya melihat kasat mata.

Manusia juga sering lupa bahwa kita dikasih nafsu yang dapat mencintai dunia secara berlebihan sehingga dapat melupakan Allah SWT, nafsu tersebut bisa terhadap harta, tahta dan wanita.

Yang lucunya lagi, manusia kebanyakan ingin menjadi dirinya sendiri, dengan cara pikirnya sendiri, dan pendapatnya sendiri. Sampai-sampai kebablasan dan lupa diri, lalu ujung-ujungnya pusing sendiri, akhirnya tidak menyalahkan diri sendiri, tapi tetap menyalahkan orang lain. Pejabat melakukan korupsi dengan menyalahkan kecilnya upah gaji. Suami melakukan selingkuh karena menyalahkan isteri yang sudah tidak cantik lagi. 

Kita perlu hati-hati dalam menyikapi hal seperti ini, dan hal-hal seperti ini tidak bisa dijawab dengan sesuka hati atau seenaknya. Kita butuh ilmu agama agar bisa memahami setiap permasalahan dasar seperti ini. Bahkan kata Ulama, “nanti di akhirat dan hari pembalasan, apa yang kita dapat adalah apa yang kita prasangka terhadap Tuhan”. Bila di dunia kita sering mengeluh dan menyalahkan keadaan, sama saja menyalahkan Allah SWT. Sebaliknya bila di dunia sering bersyukur maka Allah SWT senang dengan orang tersebut karena Allah SWT selalu dianggap baik olehnya.

Di dalam Islam, sudah jelas bahwa Allah SWT sungguh luas Rahmat dan Karunianya, serta manusia sudah diatur rezekinya, dan rezeki itu bukan hanya berbentuk uang atau harta yang dipakai, tetapi juga kenikmatan-kenikmatan lainnya yang tanpa disadari adalah hal yang sangat berharga. Seperti saat ini ada covid-19, ternyata ada beberapa orang justru menjadi lebih dekat dengan keluarga yang sebelumnya jarang bertemu. Apalagi bagi yang punya anak bayi seperti saya, bersyukur sekali melihat dia tumbuh setiap saat bersama kita.

Tentang rejeki mahluk hidup, Allah SWT sudah menjelaskan di dalam Surat Hud Ayat 6, yang berbunyi:
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ

Terjemah Arti: Dan tidak ada suatu binatang bergerak di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

Menurut berbagai tafsir, dijelaskan bahwa manusia dan mahluk lainnya sudah memiliki rezekinya masing-masing, dan dikasih kata kunci yaitu “bergerak”, asalkan kita bergerak mencari rezekinya, maka kita mendapatkan rejeki itu.

Oleh karena itu, jika kita ingin mendapatkan rejeki yang lebih alangkah baiknya dengan merubah cara bergerak, atau menambahkan gerakannya atau menambahkan ilmu/ skill kita, bukan dengan cara yang salah seperti korupsi dan manipulasi. Dan jangan sampai kita merasa bahwa kita tidak akan mendapatkan rejeki bila bekerja di sana atau di sini. Kita perlu yakin secara Tauhid bahwa Allah SWT yang satu-satunya berhak memberi rejeki kepada mahluk hidup, termasuk kita sebagai manusia. Jika kita sudah yakin seperti ini maka kita tidak perlu pusing memikirkan bagaimana kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya, dan kita juga tidak boleh sampai berlebihan dengan begadang-begadang untuk mendapatkan rezekinya. Bekerjalah dengan cara cerdas, bukan dengan otot dan ngotot.

Tentang Nafsu
Tidak ada manusia yang tidak memiliki nafsu, dan ini menjadi keberkahan tersendiri buat kita karena menjadikan kita tumbuh berkembang dan belajar, namun nafsu juga menjadi cobaan jika tidak bisa dikendalikan. Jika bicara jujur, apa benar orang-orang yang bercerai karena ketidakcocokan? 

Ada istri menggugat suami karena suami selingkuh, atau suami tidak memberi nafkah, atau suami rezekinya kurang. Jika alasannya ini, kira-kira apa masalahnya? Pasti karena nafsu yang tak dikendalikan, selingkuh karena nafsu, rejeki bisa jadi juga karena nafsu keinginan yang merasa selalu kurang.

Itu mengapa bang Iwan Fals berkata “keinginan, adalah sumber penderitaan”.
Lalu dari Hadis diriwayatkan dalam Musnad Ahmad, Sunan al-Tirmidzi, Sunan Abi dawud, dan Shahih Ibn Hibban:
“Mukmin yang paling utama keislamannya adalah umat Islam yang selamat dari keburukan lisan dan tangannya. Mukmin paling utama keimanannya adalah yang paling baik perilakunya. Muhajirin paling utama adalah orang yang meninggalkan larangan Allah. Jihad paling utama adalah jihad melawan nafsu sendiri karena Allah.”

Perkara nafsu memang bukan perkara gampang, ini memang rumit, tapi bisa terlihat sederhana jika kita tidak banyak memiliki keinginan terutama keinginan akan hidup di dunia, dan kunci utama untuk menjaga nafsu ini adalah ikhlas. Untuk mecapai ikhlas kita perlu wawasan dan pengetahuan khususnya tentang tujuan hidup dan Kebesaran Allah SWT.

Kebanyakan kita berlomba-lomba mencari rejeki agar bisa membeli rumah, nafsu kita menjadi bertambah seiring jabatan dan ilmu yang dimiliki, ingin beli rumah yang besar, lalu tambah besar. Setelah itu ingin punya mobil, lalu mobil yang bagus. Setelah itu ingin jalan-jalan, lalu keliling dunia. Keinginan-keinginan ini terus bertambah dan menular ke anak-anak dan istri kita.

Target-target dunia, dalam keluarga dan perusahaan juga terus meningkat, akhirnya waktu terasa padat dan cepat. Ingin Sholat Tahajud dan Duha ya malas, bahkan solat subuh aja klo bisa bangun, klo kerja begadang kadang subuhnya kelewatan. Apalagi mau menghapalkan Al Qur’an, juz 30 saja gak hapal-hapal. Kesibukan-kesibukan dunia akibat terget-target yang ditetapkan menjadikan manusia super sibuk. Hal ini bisa kita lihat di kantor-kantor, pejabat rapat sampai malam-malam, para menteri kabinet, staf khusus dan para ahli berdiskusi panjang mengurusi negeri dengan niat mengentaskan kemiskinan. Lalu si miskin santai ngerokok, ngopi sambil ngobrol dan ketawa-ketawa di pojokan sama teman-temannya.

Lah Aneh.
Negara Indonesia yang luas ini tidak akan bisa dibangun oleh satu atau dua orang, Jika kita bilang presiden yang bisa membuat Indonesia maju, anda harus banyak belajar. Infrastruktur dan tujuan ekonomi juga tidak akan bisa membuat bahagia orang bertambah. Lalu bagaimana kita hidup? Memang tidak bisa dijawab klo kita terus mencontoh kepada orang lain atau negara lain.

Jika kita terlalu sibuk setiap harinya sampai tidak punya waktu untuk beribadah dan dekat kepada Allah SWT. Merenunglah tentang tujuan hidup, dan carilah jawabannya, dan pasti tidak ada jawabannya selain kembali kepada ajaran yang dibawakan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Rosullullah, hidupnya sangat sederhana meskipun pedagang yang sudah pasti memiliki harta yang banyak. Jika anda berkata bahwa Nabi miskin, anda perlu belajar sejarah. Bahkan sahabat-sahabat Nabi seperti Abu Bakar As Sidik, Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib, serta sahabat-sahabat lainnya yang berjuang bersama Rosullullah adalah orang-orang yang kaya yang memiliki banyak harta baik berupa onta-onta ataupun tempat berdagang. Tapi mereka hidup dan tinggal dalam keadaan sangat sederhana, bahkan tempat sholat Rosulullah di kamarnya adalah tempat tidurnya.

Kesederhanaan hidup adalah dasar yang dicontohkan oleh Rosul dan sahabat-sahabatnya, dan mereka selalu mengingatkan kita untuk menyiapkan diri dan bekal untuk akhirat, dengan cara berlomba-lomba dalam kebaikan dan amal soleh, bukan mengikuti hawa nafsunya terhadap dunia.

Masyallah… itulah Islam dan itulah ajarannya yang kebanyakan orang lupakan. Lalu kesibukan dan kenikmatan dunia sengaja mengikat nafsu kita agar kita lupa kepada Allah SWT. 

Monday, March 23, 2020

virus Corona

Dari matahari sampai ke bulan
Hanya ada ruang
Yang bayangannya sejauh mata memandang
Sampai sinarnya sendu

Dari waktu sampai waktu berikutnya
Hanya ada keindahan
Bagi yang ingin indah
Bagi yang gemar akan warna-warni

Kita bisa saja pergi dari sini
Tapi itu tidak cukup
Karena aku dan kamu adalah satu
Seperti virus corona

Sunday, October 6, 2019

Sepertinya rejeki manusia sama

Entah apa saya saja yang merasa bahwa manusia sepertinya memiliki rejeki yang sama satu dengan yang lainnya, tentunya sudah di Takdirkan oleh Sang Pencipta dengan Keadilannya yang setinggi-tingginya.

Hal ini terasa ketika saya berada di luar kota Jakarta, seperti di Aceh dan Kalimantan akhir-akhir ini bahkan mungkin hampir sama di wilayah di luar Pulau Jawa. Di sana kita tidak dikejar waktu, sunggu tak dikejar waktu, masyarakat memiliki waktu yang panjang dalam bernafas dan beraktifitas. Seperti siang hari, sebagian yang berkerja di kantor bisa pulang ke rumah untuk makan siang dan menjemput anak sekolah, hey… santai sekali mereka..

Mereka tidak perlu cepat-cepat menjalani hidup, dan mereka tidak perlu keras-keras mencari uang untuk pergi ke Mol seperti di Jakarta, karena memang Mol disana tidak ada atau masih jarang, sehingga standar kebahagian mereka dengan penduduk metropolitan begitu berbeda.

Bayangkan betapa nyamanya menjadi mereka, santai dan cukup bahagia. Di sini, di Jakarta mungkin kita harus berlarut-larut dan bertarung dalam kecepatan dalam mendapatkan skill dan pendapatan, jika tidak maka tersingkir. Kita tidak pernah memikirkan makan siang bersama keluarga, bahkan makan pagi dan malam bersama keluarga pun jarang karena kita mencari-cari harta begitu keras. Padalah bisa jadi itu tidak begitu berharga untuk sebagian orang yang sudah cukup bahagia dengan banyak waktu untuk bercanda, berkeluarga dan tertawa bersama alam, bukan hanya sekedar di depan laptop.

Lalu saya menyimpulkan sepertinya rejeki manusia itu sama, dan hanya menunggu gilirannya mendapatkan lebih, dan kurang.

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia ...