Sunday, July 5, 2020

Beruntungnya anak Geografi… Kunci 2 dan 3

Sebelumnya sudah saya beri tahu kunci pertama kekuatan ilmu geografi yang bisa dibaca di sini, selanjutnya tentang kunci lain bila kita ingin berkiprah lebih lanjut. 

Geografi di Indonesia menurut saya saat ini sudah lebih terkenal dibanding tahun-tahun sebelumnya, bahkan semua orang mulai mengakui betapa pentingnya peta atau data lokasi dalam melakukan kebijakan. Dan hampir seluruh di instansi pemerintah dan perusahaan swasta menggunakan ilmu geografi, sehingga anak geografi mulai tersebar di seluruh sektor dan pelosok Indonesia. Ini adalah kabar menggembirakan buat teman-teman lulusan geografi.

Tetapi, jangan senang dulu, kabar gembira ini belum sepadan dengan geografi yang sebenarnya. Mengapa? Karena data lokasi atau peta yang semakin populer ini dikenal masyarakat melalui SIG (Sistem Informasi Geografis), yang mampu menampilkan data lokasi dalam bentuk peta. Sehingga sebagian besar lowongan pekerjaan beberapa tahun terakhir ini kebanyakan hanya membuat peta, jarang sampai ada yang menggambarkan masalah dan menjawabnya secara logis dengan bantuan data spasial atau peta. Dengan kata lain, Indonesia saat ini baru bisa membangun data, belum sampai melakukan analisa dan otomatisasi, apalagi membicarakan BIG DATA maupun AI (artificial intelligence).

Sebenarnya hal ini sangat menyedihkan, disaat kita sibuk membangun data yang tidak selesai-selesai, dinegara lain sedang melakukan inovasi terhadap data analisa maupun otomatisasi sistem berbasis lokasi.

Satu-satunya cara untuk bisa bersaing dengan negara lain dan ikut berperan terhadap otomatisasi analisis spasial, adalah dengan mengembangkan sendiri sistem tersebut dan tidak berfokus kepada pengumpulan data semata.

Oleh karena itu, Geografi perlu dipadu dengan teknologi informasi, atau mungkin membangun sendiri sebuah jurusan baru geografi teknologi informasi atau teknologi geospasial. Teknologi geospasial yang saya maksud bukanlah sebagai pemakai software atau sistem, tetapi pembangun sistem itu sendiri, yang mana pemanfaatannya untuk berbagai hal termasuk mempercepat akuisisi data, analisis spasial dan otomatisasi pengambil kebijakan. Sehingga menciptakan sebuah sistem baru yang fungsinya untuk mempercepat proses.

Saya ingatkan kembali bahwa teknologi geospasial yang saya maksud adalah “memadukan ilmu geografi dengan teknologi informasi yang berfungsi untuk menciptakan sebuah sistem baru yang fungsinya untuk mempercepat proses, dalam menggambarkan masalah dan menyelesaikannya”.

Dengan demikian, tantangan selanjutnya adalah dunia geospasial teknologi itu sendiri yang perlu kita tahu. Teknologi apa yang ingin kita gunakan? Dan software apa yang ingin kita gunakan? Atau perlukah kita membangun software sendiri? Loh kenapa harus bicara software atau sistem?

Ya, penting sekali membicarakan software dan sistem, saya beri contoh, mengapa Indonesia yang negaranya besar ini tidak pernah terwujud simpul jaringannya data spasial dari Sabang sampai Merauke? Lalu mengapa smart city hanya mampu di beberapa kota saja? Tidak seluruh kota, apalagi kabupaten. 

Ini tidak lain dan tidak bukan karena kita, para geografi ataupun semua jurusan yang menggunakan pengolahan data spasial, mayoritas dari kita hanya sebagai pemakai software GIS, dan software yang kita gunakan adalah software berbayar. Sementara negara lain sudah tidak perdulikan sofware lagi, tetapi kebanyakan mengembangkan sistem. 

Loh apa hubungannya dengan software berbayar? 
Jika anda tahu betapa mahalnya membangun WebGIS dengan software berbayar, padahal webgis merupakan software yang mampu dikembangkan untuk melakukan otomatisasi, dan mampu melakukan berbagi data dan analisa, dan webgis adalah dasar pengembangan Smart City, dan dapat juga dikembangkan mempercepat akuisisi data spasial di lapangan. Kenyataannya, pemerintah daerah di Kabupaten/Kota banyak yang tidak mampu membeli software berbayar tersebut. 

Itu baru webgis, belum aplikasi GIS desktopnya juga sama mahalnya. Tapi kita diam saja, malah terus memakai software bajakannya. Loh memang kenapa?

Begini teman-teman, software GIS berbayar itu sengaja membuat kita terbiasa menggunakannya agar kita kecanduan, setelah kecanduan akhirnya kita terpaksa membeli lisensi-nya. Lalu bila itu sifatnya layanan tahunan, maka kita terus menerus membayarnya tiap tahun. Dan itulah yang terjadi di Negara yang kita cintai, Pemerintah Pusat beramai-ramai membeli software lisensi tersebut dan tiap tahunnya terus melakukan pembelian lisensi ataupun maintenance-nya. Sementara pemerintah daerah hanya berdetuk kagum dengan kecanggihan software tersebut tanpa bisa menggunakannya karena tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membeli.

Gara-gara software tersebut akhirnya para pengguna data GIS atau spasial di Indonesia hanya mampu menggunakan software tanpa bisa membangun sistem sendiri. Akhirnya BIG DATA, AI dan OTOMATISASI dalam pemanfaatan data lokasi atau spasial tidak pernah terwujud di Indonesia. Pemerintah fokusnya hanya membeli lisensi software GIS dan maintenance tiap tahun, yang sudah jelas software tersebut dibangun oleh negara asing. 

Lalu harusnya bagaimana?
Pemerintah harus mengembangkan SDM nya untuk bisa menciptakan software GIS atau sistem untuk otomatisasi data lokasi tersebut, tanpa harus membeli lisensi. Karena, saat ini semua hal ini mungkin dilakukan bahkan saya bersama teman-teman sudah melakukannya, hanya belum sepopuler mereka yang berlisensi.

Jika teman-teman yang membaca tulisan saya ini, kenal dengan saya dan tahu apa yang saya lakukan bersama Dasmap, saya ingin kasih kunci kedua anda sebagai ahli geografi ataupun ahli lainnya yang berkaitan dengan teknologi geospasial. 

…. Kunci Kedua….

Saya lulus kuliah Geografi UI pertengahan tahun 2009, di akhir tahun 2009 sampai pertengahan 2011 saya bekerja di salah satu konsultan, dan saya masuk dibidang IT dan GIS. Di sana saya membangun WebGIS dengan software berbayar di berbagai instansi pemerintah, sekali membangun WebGIS tersebut biayanya bisa mencapai lebih dari 4 miliar, sementara pekerjaan tersebut dilakukan oleh sekitar 2 sampai 4 orang termasuk saya di dalamnya. Pekerjaannya sederhana, hanya melakukan instalasi, membangun geodatabase dengan oracle/SQL Server/PostgreSQL, membangun webGIS dan service map, membuat arsitektur program, kamus data, dan terkadang integerasi data. Meskipun sederhana namun sering begadang karena pada tahun itu data spasial di Indonesia sangat rusak atau berantakan koordinatnya.

Saat itu saya merasa hebat karena bisa mengembangkan WebGIS bahkan selama hampir 2 tahun bekerja tersebut, saya bisa mengerjakan semua hal dari instalasi sampai akhir. Tapi semua itu terpatahkan, semua kebanggaaan saya terhadap kemampuan saya itu lenyap dan justru saya malah merasa bodoh.

Ya saya merasa bodoh, kenapa saya merasa bodoh?
Ini gara-gara setelah keluar dari konsultan tahun 2011, saya sering ketemu dengan orang termasuk senior-senior dari satu almamater. Biasanya saat ketemu itu, kami berdiskusi dan bercerita tentang pekerjaan, seperti biasa saya selalu menunjukan betapa hebatnya webGIS dan teknologi geospasial yang saya pernah bangun. Dan di tahun 2012 saya terkejut dan kaget, karena ada salah satu WebGIS yang cukup canggih saat itu, dan ternyata dibuat oleh anak geografi yang juga merupakan senior saya. Setelah saya perhatikan dan teliti, ternyata yang dia bangun sudah cukup mirip dengan apa yang bisa dilakukan oleh webgis dari software berbayar, dan lebih mencengangkan lagi, harga jual pembangunan webgis tersebut murah sekali. Bisa seperlima atau bahkan sepersepuluh dari harga license.

Lalu saya berfikir bahwa webgis dengan harga murah ini bisa sekali membantu pemerintah di daerah yang tidak memiliki anggaran tinggi, dan dengan begitu maka simpul jaringan data spasial bisa terwujud, dan smart city juga bisa dilakukan oleh pemerintah daerah.

Subhannnallah… saat itu saya benar-benar terkejut. Betapa bodohnya saya, selama ini saya hanya menguntungkan perusahaan asing melalui webgis berbayar, dan uang yang sudah puluhan miliar keluar karena saya kerjakan tersebut bisa jadi hanya menguntungkan perusahaan dan negara asing, saya ulangi “hanya menguntungkan perusahaan dan negara asing, bukan menguntungkan Indonesia”. 
Akhirnya saya berjanji untuk tidak lagi mengembangkan webgis berbayar, tahun 2013 sampai 2017 saya sering bekerja mengerjakan proyek bersama senior saya tersebut, dan akhirnya awal tahun 2018 kami mendirikan perusahaan sendiri yang fokusnya untuk pengembangan sistem berbasis GIS dengan teknologi geospasial. Masih banyak hal-hal menarik yang bisa diceritakan selama saya bekerja, seperti bagaimana kami mendapatkan penghargaan “Kick Andy Hero tahun 2013”; lalu penghargaan dari Kementerian Kehutanan tahun 2012; pernah juga dipanggil dan diskusi langsung dengan Menteri BAPPENAS dan Kepala BIG untuk membantu menganalisa Selat Sunda dan Pelabuhan Cilamaya.

Loh kunci keduanya mana?
Kunci kedua agar kita merasa beruntung menjadi lulusan Geografi yaitu “mau belajar lagi”. Mau belajar disini artinya tidak harus melanjutkan S2, tapi belajar meningkatkan kemampuan dengan terus memahami masalah dan mencari cara penyelesainnya. Hal ini memang melelahkan, tapi bila kita iklhas mau belajar maka Insyallah nantinya akan mudah. 

Nah, kelemahan lulusan geografi dan bahkan juga lulusan dari jurusan lain adalah mereka menganggap setelah lulus S1 maka urusan hidup anda sudah selesai, hanya tinggal bekerja saja mengikuti sistem yang ada. “Ini salah besar”, jika anda berfikir seperti itu maka anda membiarkan otak anda tidak berkembang, akhirnya anda menjadi lulusan geografi sebagai pembuat peta saja selamanya.

Nah kunci ketiga jika anda benar-benar ingin berkembang di dunia geospasial teknologi adalah “jangan menggunakan software GIS berbayar”, baik software GIS desktop maupun map server, bahkan untuk dokumen saja usahakan jangan pakai office bajakan, dan jika tidak mampu bisan menggunakan WPS. Software GIS desktop seperti Quantum GIS itu sudah sangat bagus saat ini, baik pengolahan, 3D dan layouting, dari sana anda bisa belajar mengembangkan model-model yang cepat atau pulgin. Untuk GIS server anda bisa banyak belajar mulai dari konsep atau arsitektur program, sampai implementasi tools dan engine apa yang digunakannya untuk membangun webgis, sementara database anda bisa menggunakan postgreSQL dan PostGIS yang juga bisa dibuka di QGIS. Jika anda sudah mahir, teruslah belajar dan berkembang sampai bisa melakukan otomatisasi analisa GIS. 

Bersabarlah dalam pembelajaran ini, karena memang tidak mudah, perlu ketenangan hati dalam belajar, serta cobalah memahami segala sesuatu sebelum memulainya. Insyallah anda akan ketemu dengan feeling anda sendiri dan bisa cepat dalam mempelajarinya.

“Mau belajar lagi” dan “jangan menggunakan software GIS berbayar” adalah kunci yang sangat penting bila anda ingin mengembangkan geografi dari sisi teknologi geospasial.  

No comments:

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia ...