Tuesday, July 26, 2022

Tidak berharap/ bergantung kepada orang lain dan keadaan adalah hal yang paling bahagia dan beruntung

 Hai teman-teman

Sudah lama saya tidak menulis di blog ini, padahal banyak sekali yang ingin diceritakan tapi belum ada waktunya. Kali ini saya sempatkan disela-sela kesibukan kerjaan dan mengurusi/bermain dengan anak-anak yang kini sudah tiga, Allhamdulillah.

Beberapa bulan terakhir ada kata-kata atau kalimat yang ternyata membuat saya sangat tersentuh dan setidaknya mengubah cara pandang hidup saya padahal kalimat itu sering sekali saya dengar.

Pertama, tentang harapan.

Saya sering mendengar bahwa dalam hidup hendaklah berharap pada Allah SWT saja. Karena inilah saya dari kecil hanya berharap dan berdoa kepada Allah SWT. Tapi tanpa saya sadari ternyata banyak hal-hal dalam hidup dan pekerjaan justru saya masih bergantung kepada orang lain. Ya ternyata bergantung dengan berharap tidak ada bedanya.

Misalkan saat bekerja dan usaha, kadang kala kerjaan dan usaha kita bergantung kepada usaha lain atau orang lain atau kadang faktor lain yang ternyata itu wujudnya adalah bukan Allah SWT. Sebagai contoh para pengusaha membangun perusahaan, ternyata perusahaan tersebut maju pesat karena adanya faktor dari luar, seperti faktor investor, jika tidak ada investor maka tidak bisa jalan. Atau perusahaan dan bisnis akan berjalan jika ada faktor pemberi kerja seperti pemerintah, ada beberapa yang saya lihat perusahaan hidup dan bertahan justru tergantung pejabat-pejabat yang mereka kenal atau istilahnya “orang dalem”. Tanpa faktor luar tersebut, mereka berbisnis tidak ada apa-apanya. Hal inilah yang menyebabkan ketergantungan.

Kebayangkan, bagaimana rasanya bekerja dan hidup bergantung kepada orang lain itu?

Oleh karena itu saya sangat setuju bila ada ulama mengatakan: “orang yang paling beruntung adalah orang yang sedikit memiliki ketergantungan dengan orang lain, bahkan semakin beruntung bila sampai hanya berharap kepada Allah SWT.”

Yang paling terasa memang di dunia kerja, baik itu para pelaku usaha ataupun para pengambil kebijakan dan pemerintah. Misalkan kamu seorang PNS/ ASN, gaji kamu pas-pasan lalu kamu berharap mendapatkan keuntungan/pemberian dari para pihak ketiga atau dengan cara salah lainnya dengan alih-alih gaji PNS itu kecil, jadi harus seperti itu caranya. Dengan ini, maka kamu sudah menggantungkan sebagian rezeki kepada selain Allah SWT.

Begitu juga bila kamu seorang pengusaha seperti saya atau bukan PNS/ASN, jika kamu masih melakukan hal-hal yang sifatnya memanipulasi atau bohong maka itu juga bagian dari menggantungkan diri selain Allah SWT.

Di sini bukan soal sistem di negeri ini yang belum benar/ salah sehingga ada saja ketidakcukupan biaya hidup, sehingga terpaksa melakukan hal-hal yang tidak benar. Saya sendiri meyakini bisa saja kebohongan seseorang dalam sistem tidak dinilai dosa oleh Allah SWT. Yang menjadi masalah adalah ketika hal-hal seperti itu justru membuat kita bergantung dengan orang lain dan melupakan Allah SWT yang merupakan pemilik alam semesta dan mencukupi hiudp mahluknya.

Kebergantungan/ berharap selain Allah SWT ini kadang membuat manusia menjadi lemah, dan tidak percaya dengan dirinya. Padahal kalau orang mau mendapat pekerjaan tambahan, di zaman sekarang itu banyak sekali peluangnya asal mau mencari.

Jangan sampai, kamu bahagia jika masuk universitas ternama, atau bahagia bila dapet proyek, atau bahagia bila mendapatkan pasangan hidup yang keren. Jangan sampai kamu bahagia tetapi menunggu, karena menunggu bisa jadi bergantung. Masa iya kamu bahagia bila dapet duit banyak, tapi saat duit dikit kamu tidak bahagia. Masa iya kamu bahagia bila dapet kerja diperusahaan besar? apa tidak bisa kamu bahagia dengan apa yang kamu dapatkan saat ini?

Kedua, tentang keadilan.

Selain tentang harapan/kebergantungan ini, sebenarnya adalagi yang merubah pola pikir saya, yaitu tentang keadilan di dunia. Seumur hidup saya, saya belum pernah melihat sesuatu hal yang benar-benar adil, baik itu dalam bekerja, hukum pemerintah, kesenjangan sosial, atau yang paling dekat dengan kita, terkadang kita suka ada saja perselisihan antar sodara, suami istri atau dengan teman, yang bisa jadi ada yang merasa tidak adil.

Yup, ketidakadilan ini seringkali membuat orang kecewa dan malas menjalani hidup. Padahal setiap kita sholat selalu mengucapkan “Malikiau Middin”, dari situ sudah jelas hanya Allah SWT yang dapat melakukan keadilan sebenar-benarnya adil sempurna. Jadi wajar saja bila hidup di dunia terkadang merasa ada ketidakadilan, baik itu hidup maupun bekerja.

Harapan/Ketergantungan dan keadilan hanya kepada Allah SWT setidaknya membuat saya merasa lega, tenang dan santai dalam hidup, Allhamdulillah… Kita tidak perlu takut kehilangan apapun karena yang kita dapatkan sebenarnya pemberian/ amanah dari Allah SWT.

No comments:

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia ...