Thursday, May 23, 2019

Hamzah RA dan Para Wali Songo

Foto: Makan Hamzah Ra dan Lokasi Perang Uhud
Hati saya bergetar kencang di sebuah tanah yang di kelilingi bukit-bukit berbatu, di sinilah tempat nyata sejarah Nabi Muhammad SAW bersama pamannya yang bernama Hamzah RA bin Abdul-Muththalib. Paman Rassullallah ini wafat saat bertempur dalam perang Uhud. Saya dan seluruh orang dari penjuru dunia melihat makamnya yang dipagari besar karena diperkirakan disana ada makam-makam lainnya yang juga gugur saat perang Uhud. Lalu kami panjatkan doa kepadanya yang dijuluki “Asadullah” atau “Singa Allah”.

Saya dan seluruh orang yang datang berziarah ke Makam Hamzah Ra, berdoa untuknya karena perjuangannya bersama Rasullallah dalam memperjuangkan dan menyebarkan Islam. Hati saya semakin bergetar kencang, MasyaAllah… perang Uhud ini merupakan perang yang diabadikan dan diceritakan oleh Kitab Suci Al Qur’an. Allhamdulillah, Karena melihat ini secara langsung, saya semakin yakin dengan Al Qur’an.

Tiba-tiba saya teringat dengan negara saya Indonesia, negara ini dibanding negara-negara di dunia lainnya yang penduduknya mayoritas Islam, Indonesia sangat jauh dari tanah Arab tetapi paling besar jumlah penduduk Islamnya. Hebat sekali Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, apalagi negaranya besar dan berbentuk kepulauan. Saya kagum dengan orang-orang yang menyebarkan Islam ke Indonesia, Sangat kagum.

Mereka adalah para Wali Songo, yang terdiri dari Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka hampir terlupakan oleh bangsa ini, bahkan mungkin ada yang tidak mempercayainya. Tetapi ingat, makamnya ada dan nyata bersebaran di Pulau Jawa.

Mereka mengenalkan Islam dengan cara yang sangat halus tanpa ada kekerasan. Bahkan dengan seni dan teknologi mereka mengikat masyarakat yang akhirnya banyak yang masuk Islam, mereka para wali merupakan orang-orang cerdas dan pintar pada masanya, yang dicintai masyarakat.

Jika ada wali songo yang membawa Islam masuk ke Nusantara ini, dan berjuang mengenalkan peradaban Islam yang begitu indah. Apakah para wali ini tidak pantas untuk didoakan seperti Hamzah RA, atau seperti sahabat-sahabat Rasullallah yang menegakan Islam. Apalagi para wali songo ini merupakan keturunan Rasullallah SAW. Saya diam dan teringat itu semua saat saya pas berada di lokasi terjadinya perang Uhud.

Lalu pertanyaan selanjutnya, siapa Ulama-ulama di Negara Indonesia ini yang memuliakan juga para wali, yang juga mendoakan wali songo tersebut? Siapa ulama yang cara menyebarkan Islam seperti para wali? Dengan kelembutan, intelektual dan tidak dengan kekerasan.

Saya diam dan terus bertanya pertanyaan tersebut dalam hati…

Wednesday, May 8, 2019

Umroh bersama dua bayi kecil (part 2)

Foto: Ka'bah dan Makam Nabi Ibrahim AS
“Labbaika Allahumma labbaik, labbaika laa syariika laka labbaik, innalhamda wanni’mata laka wal mulka laa syariika laka”

Artinya:
“Aku datang memenuhi panggilanmu Ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, kemuliaan, dan segenap kekuasaan  adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.”
Foto: Umroh pertama
Malam hari sekitar jam 10an kami berjalan kaki dari hotel di jalan Ajyad menuju Masjidil Haram bersama-sama rombongan, dan tentu saja anak kami bawa meskipun mereka dalam keadaan kurang baik. Lantunan Dzikir menggema di hati, mengagungkan Allah SWT, mengembalikan kita sebagai manusia yang merupakan Ciptaan-Nya. 

Saya merasa sangat kecil seperti setetes air di lautan, bahkan lebih kecil dari air tetesan tersebut. Apapun yang didapat manusia, baik kekayaan, jabatan, kekuasaan, ketampanan, kepintaraan intelektual, kepintaran religius, dan apapun itu semuanya merupakan pemberiaan Allah SWT. Segala kenikmatan di dunia yang didapatkan itu bukan untuk apa-apa, bukan untuk kesenangan semata, bukan untuk bertahan hidup semata, bukan untuk bekerja semata, bukan untuk menjalani hidup semata. Namun, itu semua tidak lain merupakan sebuah perjalanan menuju kematian, dan adalah Islam yang dibawa oleh Nabi Besar Muhammad SAW yang mewariskan sebuah petunjuk kepada umatnya melalui Kitab Suci Al Qur’an dan Hadist-Hadist. Islam memberikan gambaran dan petunjuk paling jelas bahwa kita sebagai manusia akan berlanjut di kehidupan selanjutnya setelah kematian di dunia.

Keyakinan itu membuat saya ingat akan dosa-dosa, Astagfirullah…

Saya ada rasa bersalah dan takut datang mendekati Ka’bah yang merupakan Kiblat Sholat umat muslim, “saya malu datang dalam keadaan kotor…”. Tapi saya berusaha ingat bahwa Allah SWT sangat luas ampunannya, bahkan bila dosa itu setinggi langit.
Pertama kali lihat Ka’bah, Masyaallah….

Tidak ada kalimat-kalimat yang bisa tertulis saat melihat Ka’bah dan melakukan rukun-rukun Umroh. Tawaf dengan mengelilingi Ka’bah, Sa’i dengan berbolak balik dari Bukit Safa dan Marwah, lalu memotong rambut. Setelah melakukan kewajiban rukun-rukun Umroh, ada rasa bahagia dan sedih. 
Foto: Setelah Tawah Wada (perpisahan)
Saya merasa sangat bahagia menjalankan ibadah Umroh ini, dan saya sangat bahagia memeluk agama Islam ini, setidaknya saya tahu tujuan hidup saya, yaitu meninggal dunia dalam keadaan Khusnul Khotimah. Alhamdulillah... rasa bahagia terus terasa karena saya datang bersama isteri dan kedua anak kami yang masih bayi. Dan saya tidak menyangka ternyata kebahagiaan di tempat ini sulit dituliskan dengan kalimat-kalimat. 
Foto: Bareng Om Sidik
Di Mekkah saya bertemu dengan sepupu saya bernama Sidik yang merupakan sepupu laki-laki paling dekat darahnya dari keluarga Ibu saya, kata beliau "Sebenarnya Sidik banyak tawaran kerja di beberapa negara seperti di Qatar, Abu Dhabi, dll, tapi hati maunya kerja disini, di Mekah".

Masyaallah, sudah 8 tahun bekerja di Mekah dan lokasinya pas di depan Masjidil Haram, kecintaannya pada kota ini membuatnya terus memilih disini, mungkin karena keutamaan tempatnya sehingga dengan Doa-doanya dapat membantu seluruh sodara-sodaranya yg di Indonesia. 

"Shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). 
Foto: Jabal Rachmah
Adapun rasa sedih datang karena saya harus kembali ke Tanah Air, dimana saya merasa disini masih sulit untuk dapat hidup yang jauh dari bersih, di Tanah Air korupsi masih meraja lela sampai dibagian paling hilir dari pejabat tingkat tinggi sampai pejabat paling rendah, lalu yang tidak memili jabatan ikut-ikutan tanpa ada rasa malu.

Saya belajar pada Ibadah Umroh dan saya belajar pada cara mulianya berwudhu, dimana Wudhu mengajarkan untuk membersihkan tangan, mulut, hidung, mata, wajah, telinga dan kaki, tentunya bukan fisiknya saja yang dibersihkan tetapi masuk ke akhlak dan mata hati. Wudhu mengajarkan untuk senantiasa selalu membersihkan tangan dari pemberian yang tidak halal, mulut agar tidak berkata yang buruk dan kasar, hidung tidak mencium yang haram, mata tidak melihat yang haram, telingan tidak mendengan yang buruk, dan kaki tidak melangkah ke jalan yang sesat. Karena hidup cuma sekali ini di dunia, semoga tidak salah langkah.

Bismillahhirohmanirrohim… 
Bismillahi Allahu Akbar…

Monday, May 6, 2019

Umroh bersama dua bayi kecil (part 1)

Alhamdulillah… kata-kata ini selalu hadir di bibir dari sejak sampai di Bandara Soekarno-Hatta menuju Jeddah, ada rasa bahagia dan ada rasa sedih. 
Foto: Perjalanan dari Bandara Soeta 20/4/2019
Saya merasa bahagia karena tanpa rencana panjang, tiba-tiba kami ada di Tanah Para Nabi, dan tentunya kebahagian itu memuncak karena saya ditemani oleh isteri dan kedua anak kami yang usianya baru 3 bulan dan 2 tahun 3 bulan, dan syukur pula adik saya ikut sehingga kami bisa satu kamar sekeluarga di hotel.

Sementara itu saya pun merasa sedih karena datang kesini masih dalam keadaan kotor, tidak bersih hati dan kelakukan. Tentunya banyak sekali dosa-dosa yang saya lakukan selama hidup, dan saya sendiri tidak yakin apakah dosa-dosa tersebut dapat diampuni oleh Allah SWT. Dan sedih inipun menjadi-jadi karena saya datang ke Tanah yang paling Suci, Kota Madinah dan Kota Mekkah. 
Foto: Masjid Quba, Madinah
Pertama kali sampai subuh di Madinah kami Sholat di Masjid Quba karena tidak kekejar solat di Masjid Nabawi. Melihat masjid ini di waktu subuh dengan lampu yang sederhana dan bangunan yang elegan serta burung-burung yang berterbangan membuat anak pertama kami Lintang Matadiraya melek dan terkejut, ya dia senang dengan burung merpati. Masjid ini merupakan Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW, dan memiliki keutamaan.

Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang telah bersuci (berwudhu di rumahnya), kemudian mendatangi Masjid Quba lalu shalat di dalamnya dua rakaat, maka baginya sama dengan pahala umrah." (Sunan ibn Majah, no 1412).
Foto: Masjid Nabawi, Madinah
Di waktu duha atau sekitar jam 10an pagi, kami diantar ustad sebagai guide kami, ke Masjid Nabawi. Kami diajak ke tempat paling dijabah doanya di Masjid ini, yaitu Raudhah atau Taman Surga. Saya membawa anak pertama si Lintang, dan isteri saya membawa adiknya si Raia. Saya pikir masuk ke Raudhah akan mengantri berdesak-desakan, ternyata membawa anak kecil bisa langsung masuk lewat jalur khusus tanpa berdesakan. MasyaAllah… saya sangat terkejut, Raudhah menjadi tempat pertama saya dan Lintang sholat dan berdoa di Masjid ini. 

Rasulullah SAW bersabda, “Tempat yang di antara rumahku dan mimbarku adalah raudhah (taman) di antara taman-taman surga.” (HR. Bukhari).
Foto: Lintang Matadiraya mau Sholat
Aura di sini sangat berbeda, beda sekali, selain Masjid Nabawi yang memiliki keutaman namun di Raudhah ini dijanjikan langsung oleh Rasulullah SAW menjadi salah satu tempat paling dikabulkan doanya. Di sini, air mata kita sebagai manusia mudah sekali jatuh, MasyaAllah… ya mudah sekali apalagi buat manusia yang bergelimpangan dosa-dosa seperti saya. Dan entah mengapa rasanya dekat sekali dengan Allah SWT.

Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “seandainya kalian berbuat dosa sehingga tumpukan dosa itu setinggi langit kemudian kalian benar-benar bertaubat, niscaya Allah akan menerima taubat kalian.” (Shahih Ibnu Majah).
Foto: Jabal Uhud, Madinah
"Jika kita hendak melihat bukit yang terdapat di surga, maka ziarahlah ke Bukit Uhud. Nabi SAW bersabda, 'Bukit Uhud ialah salah satu dari bukit-bukit yang terdapat di surga'," demikian hadis yang diriwayatkan HR Bukhari.

Kami pun diajak melihat jejak-jejak Rasulullah SAW di Kota Madinah, melihat jejak perang Uhud yang selama ini hanya tahu dari Kitab Suci Al Qur’an. Serta kami Miqat atau niat Umroh dan berihram di Masjid Bir Ali di Madinah. Dari Bir Ali kami berangkat ke Mekah untuk melakukan Rukun Umroh selanjutnya. Selama perjalanan kurang lebih sekitar 4 sampai 5 jam ke Mekah dari Bir Ali, pemandangan yang kita lihat hanyalah padang pasir dan gunung-gunung berbatu. Kata ustad kami, Rasulullah SAW dulu umrohnya dengan berjalan kaki dan ditemani Unta. Begitu beratnya perjuangan Baginda Nabi Besar Muhammad SAW dalam menegakkan Agama Allah SWT sampai harus berhijrah ke Kota Madinah dari Mekah karena diancam dibunuh, lalu ketika sudah kuat pengikutnya beliau datang kembali ke Mekah dengan berbondong-bondong demi menegakkan kebenaran. 
Foto: Miqot di Masjid Bir Ali, Madinah
Segala hal yang diceritakan dalam Hadist dan Kitab Suci Al Quran sangat-sangat jelas dan terasa oleh kita yang berziarah ke Tanah Suci ini. Bahkan saya merasa seperti melihat Al Qur’an dan kebenaran jejaknya, padahal saya baru di Kota Madinah dan Mekkah saja, belum yang lainnya.  

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia ...