Thursday, June 10, 2010

Mengenang satu tahun Expedisi Lombok

foto : Pelabuhan Lembar, Lombok Agustus 2009

Jam 05.30 WIT dari kapal fery yang mengangkut kami dari Pelabuhan Padangbay menuju Pelabuhan Lembar dihantui bayangan bukit-bukit yang terlihat jelas berhamparan di Pulau Lombok. Di bagian utaranya berdirilah tegak sebuah gunung tercantik yang pernah ku dengar di Indonesia, Gunung Rinjani, sungguh menantang kami untuk menapakinya.

Sorot matahari terbit dari timur dengan warna kemerah-merahan dari langit yang sebelumnya gelap gulita, kini menjadi daya tarik bagi kami yang belum pernah melihatnya. Keindahan bentang alam Pulau Lombok sudah terlihat ketika kami masih di Selat Lombok. Para penumpang yang tadinya terlelap tidur kini berhamburan mendekati dek-dek luar melihat warna di sebelah timur sana.

foto : Kapal Ferry Pel. Lembar, Lombok Agustus 2009

Perjalanan menggunakan transportasi laut seperti kapal fery, membutuhkan waktu sekitar 4,5 jam dari Pelabuhan Padangbay (Bali) menuju Pelabuhan Lembar (Lombok). Keberangkatan kapal ini tersedia 24 jam yang siap angkut sekitar 15 sampai 30 menit sekali. Di Kapal ini terdapat kantin dengan harga rata-rata lebih mahal dari biasanya, namun terkadang terlihat pedagang asongan yang mondar-mandir menawarkan makanan ataupun oleh-oleh dengan harga yang sama seperti biasanya. Seperti Pop Mie, jika kita membeli di kantin kapal maka harga mencapai Rp 9.000 sedangkan di tukang asongan hanya Rp 5.000. kapal dengan tarif orang dewasa seharga Rp 31.000 ini juga menyediakan penyewaan kamar untuk tidur dengan harga sekitar Rp 25.000.

Pelabuhan Lembar merupakan pelabuhan yang dikelola oleh PT. Indonesia Ferry, sama seperti Pelabuhan Ketapang, Gilimanuk dan Padangbay. Dalam catatan PT. Indonesia Ferry yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), keuntungan yang didapat pada tahun 2008 mencapai lebih dari 200 juta. Kini Pelabuhan Lembar menjadi prioritas perbaikan PT. Indonesia Ferry.

Rasa senang berbaur bingung menyelimuti kami ketika kaki menginjak tanah Lombok, karena kami semua ini belum pernah ada yang ke Lombok. Kami memilih duduk di dekat WC umum yang bersebelahan dengan warung-warung di bagian utara pelabuhan. Tiba-tiba munculah seorang bapak-bapak dengan logat yang tak biasa kami dengar, ia menawarkan jasa transportasi.

Tujuan pertama kami sampai di Lombok yaitu Mataram, karena di sini kami dapat berbelanja logistik untuk pendakian yang rencananya akan kami jalani esok hari. Ada beberapa pilihan moda transportasi menuju Mataram. Dengan taksi yang dapat memuat empat penumpang, kita akan membayar tarif sekitar Rp 40.000 dan dengan angkutan umum sekitar Rp 10.000/orang. Kami sendiri menyewa mobil L200 di bapak-bapak yang datang tadi dengan harga Rp 10.000/orang, padahal harga pertama yang ia tawarkan sebesar Rp 30.000/orang.

Sekitar 45 menit sampailah di Mataram, tepatnya di Gebang Baru, di sini kami singgah di rumah teman yang asli penduduk Lombok untuk beristirahat sejenak, berbelanja dan mandi. Sudah dua hari dua malam kami tidak mandi karena jalur yang kami lalui adalah jalur darat dan laut. Tanpa pesawat terbang, hanya dengan kereta, kapal dan mobil, untungnya fisik kami masih sehat-sehat saja.

Perjalanan menuju Mataram dari Lembar terlihat banyak sawah dan jagung yang tersebar di sisi jalan utama yang kami lalui. Di angkot juga terdapat penumpang lain yang kebanyakan bapak-bapak dan Ibu-ibu dengan bawaan yang tidak sedikit, entah apa yang dibawa tapi sang Ibu yang sudah keriput dengan baju tradisional itu sepertinya membawa sayur-sayuran. Rumah-rumah terlihat sederhana diantara sawah dan jalan.

Belanjaan untuk pendakian ke Gunung Rinjani kami dapatkan di Mataram Mol. Rincian harga belanja yang kami buat (Manajemen makanan untuk pendakian), mengikuti harga standar di Jakarta, sehingga kami tidak khawatir harga akan meningkat bila harus beli di Mol. Di sini kami mendapatkan makanan yang biasa kami bawa ke gunung seperti Ikan Sarden, Bakso, Sayur, Bumbu dapur, Mie dan lain-lain. Untuk air minum ternyata di Lombok mempunyai sumber mata air yang dijadikan minuman botol air putih, yang bernama Narmada . Air minum ini dikelola oleh PT. Semoga Awet Muda yang diambil di Taman Nasional Narmada, di kaki Gunung Rinjani bagian selatan.

Siang hari terlihat sangat terang seolah-olah panas membakar, namun hawa yang kami rasakan selalu sejuk dengan angin yang sepoi. Setelah semua persiapan telah selesai di Mataram, jam 3 sore kami menuju Senaru (utara G.Rinjani) melalui jalur barat yang katanya dapat melihat keindahan Pantai Senggigi dan Gili-gili yang terkenal di dunia itu. Untuk menuju ke sana kami menyewa dua mobil angkot kecil dengan harga 450 rb.

foto : Pantai Sengigi Lombok, Agustus 2009

Awalnya keindahan ini hanya sebatas pemandangan pantai, ketika semakin ke utara ternyata kami harus menanjak, turun, nanjak lagi dan turun lagi. Semakin seru saja karena pemandangan semakin sangat memesona, terlebih ketika kami ada di atas bukit dengan lereng terjal langsung ke bibir pantai. Kami lalui bukit berbatu yang bersebelahan dengan pantai yang indah, dtiemani awan putih dan langit yang merah merona karena matahari akan tenggelam.

1,5 jam mobil angkot berjalan, Gili air, Gili Meno dan Gili Terawangan terlihat menggoda kami untuk sekedar bercanda dengan kecantikan alamnya. Di sisi jalan yang berbukit terdapat tempat peristirahatan dan warung-warung kecil, disitulah orang local dan turis menikmati alam sambil mendokumentasikannya.

Jam 7 malam sampailah kami di Rinjani Homestay. Rinjani Homestay merupakan salah satu penginapan yang tersedia di Senaru. Di Senaru kini terdapat 11 penginapan dengan harga Rp 60.000 – Rp 300.000 per kamar. Pada musim liburan seperti pada bulan agustus ini, kamar-kamar di setiap penginapan penuh diisi turis-turis asing. Di setiap penginapan biasanya tersedia rumah makan, seperti di Rinjani Homestay harga makanan berkisar Rp 15.000 – Rp 30.000. Setiap penginapan menyediakan Track Organistation yang akan membantu para turis untuk mendaki, yang menyediakan porter, gaet dan penyewaan alat-alat pendakian.

Di Senaru terdapat 15 Track Organitation Manajemen. Untuk turis-turis asing biasanya bisa kena Rp 1.000.000 untuk porter yang siap memasak dimanapun turis mau. Namun, karena kami merupakan anak pecinta alam yang memiliki manajemen perjalanan sendiri, maka makanan dan alat-alat pendakian sudah siap kami bawa sejak awal tanpa perlu bantuan Track organitation Manajemen. Setelah makan malam di kantin Rinjani Homestay, kami terlelap tidur. Empat kamar Rinjani Homestay yang menghadap barat kami isi penuh.

Jam 5 pagi, di kamar mandi Rinjani Homestay sangat menakjubkan. Sambil membasuh muka dengan air yang dingin kita dapat melihat matahari terbit, bintang-bintang sungguh membuat suasana menjadi sangat sejuk. Kami terasa mandi di alam yang bebas karena matahari memberi lekukan bayangan Rinjani dari sinar merahnya yang perlahan membuat bumi semakin cerah.

Satu persatu kami mandi, dan jam 8 pagi kami sarapan dengan nasi goreng. Ada satu hal yang sangat istimewa di Lombok, yaitu khas dengan sambal yang pedas. Kata teman kami yang berasal dari padang, di sini sambalnya lebih pedas dari Padang. Selesai makan, jam 9 kami menuju Entrance pendakian jalur Senaru.

Di Entrance Senaru kami bertemu dengan penjaganya yang memakai baju Dinas Pariwisata Lombok. Di kaca tertulis Entry Ticket Rp 200.000, mahal sekali. Ternyata itu sengaja ditempel untuk wisatawan mancanegara, sedangkan untuk wisatawan lokal hanya Rp 10.000. Di kantor ini kami melihat peta-peta besar yang menggambarkan titik-titik menarik jalur pendakian Gunung Rinjani seperti air terjun, mata air dan rumah suku sasak.

foto : Entrance Senaru Rinjani, Agustus 2009

Gunung Rinjani memiliki puncak ketinggian 3762 mdpl, gunung yang masih aktif ini mempunyai kawah besar yang kini membentuk danau. Di tengah-tengah Danau Sarakan Anak itu terdapat anak gunung yang sekarang sedang aktif dan dapat meletus sewaktu-waktu, nama anak gunung itu Barajuni. Ketika kami tiba di kantor Entrance Senaru, kami diminta untuk tidak turun ke danau karena lahar dan asapnya sangat berbahaya bagi para pendaki. Ini berarti pada kesempatan kali ini kami tidak akan sampai ke Puncak dan tidak turun ke danau yang dapat memancing. Namun kata penjaga tersebut, kami akan melihat lahar anak gunung di malam hari dengan sangat indah dan menakjubkan karena fenomena ini jarang terjadi, bisa 10 tahun sekali bahkan lebih.

Hari pertama pendakian kami berencana ngecamp di pos 3 yang merupakan batas vegetasi menuju pelawangan. Dari informasi yang kami dapatkan di internet maupun pusat track manajemen Rinjani, bahwa terdapat sumber air atau mata air di pos tiga. Karena itu sejak perjalanan dari entrance kami tidak banyak membawa air. Enam wanita membawa masing-masing 1 botol air 1,5 lt dan 7 laki-lakinya membawa 2 sampai 3 botol 1,5 lt air.
foto : Post 3 Senaru Rinjani, Agustus 2009

Perjalanan menuju pos 3 dipenuhi dengan pohon-pohon besar tropis yang basah dengan kemiringan lereng sekitar 45°. Dalam perjalanan ini kami bertemu dengan pendaki lain yang kebanyakan turis asing. Cantik-cantik dan ganteng-ganteng, dengan pakaian khas mereka yang serba minim membuat kami semangat. Mereka semua mendaki ditemani porter atau gaet, karena petugas tidak mengizinkan orang asing mendaki tanpa ditemani orang local. Oleh karena itu mereka mendaki tak lebih dari dua hari karena tidak membawa beban yang berat seperti kami.

Bermalam di post 3 yang banyak keranya cukup membuat kami tegang. Kera-kera itu lumayan besar dengan gigi bertaring dan berbulu lebat. Sering teriak dan berkelahi dengan kera yang lain. Mereka mengelilingi kami yang sedang asik masak pada pagi hari, meleng sedikit makanan kami dicuri. Lebih seram lagi ternyata persediaan air kami semakin menipis dan tak akan cukup untuk sampai pelawangan senaru.

Tiga anggota kami mencari sumber air dengan bertanya kepada porter yang lewat. Dari patahan di pinggir lembah yang menetes di tepi sungai musiman yang kering karena ini musim kemarau, terkumpul air di cekungan yang kecil. Walau kolam sumber air ini terlihat kecil dan kotor, kami mampu membawa 12 botol air 1,5 lt. ini merupakan cara surfival bagi kami, tak peduli walau di dalam air tersebut terdapat encu / cacing nyamuk.

foto : Pemandangan setelah post 3 Rinjani, Agustus 2009

Berjalan santai sekitar 5 jam dari pos 3 sampailah kami di puncak pelawangan Senaru pada sore hari. Di sini, tidak ada yang bisa kami ceritakan lagi selain keindahan alam yang rasanya tidak dapat ditemukan di tempat-tempat lain di seluruh dunia. Puncak Rinjani menantang kami untuk datang, begitu pula Danau Sarakananak yang hijau kebiru-biruan sedang menenangkan alam Rinjani. Di tengah danau berdirilah tegak gunung kecil yang aktif, yang mengeluarkan asap dan terlihat merah lahar turun ke danau yang menyebabkan sebagian danau berwarna kekuningan dan kemerahan.

Pemandangan menghadap timur dari camp senaru
foto : Puncak Rinjani, Barajuni dan Danau Sarakananak, Agustus 2009


Pemandangan menghadap barat dari camp senaru
foto : awan, sunset, laut dan Gunung Agung Bali terlihat, Agustus 2009

Pantaslah Gunung Rinjani banyak dikunjungi oleh wisatawan mancanegara dari berbagai santero dunia, bermacam-macam bahasa, budaya dan wajah. Di sinilah kesempurnaan alam terasa nyata, menjelang malam terlihat matahari terbenam di sebelah barat sehingga Gunung Agung di Pulau Bali ikut terlihat. Cantik, sungguh cantik karena awan-awan putih menyelimuti permukaan bumi dan kami ada di atas awan tersebut.
foto : Camp Senaru, Agustus 2009

Menghadap ke barat terlihat matahari terbenam dengan pemandangan awan-awan, sedangkan ke timur kami dihadiahkan pemandangan Puncak Rinjani, Danau Sarakananak, anak gunung yang berlahar dan terasa sempurna karena bulan purnama terbit bersama matahari tebenam. Semakin malam, semakin dingin terasa dan lahar merah Gunung Banranjuni semakin terlihat istimewa. Pemandangan yang entah kapan bisa kami lihat lagi. Beberapa pasangan wisatawan mancanegara terlihat saling berpelukan dan berciuman. Waww… menakjubkan.

foto : Camp Senaru, Agustus 2009

Masak apa saja dan makan apa saja, asal ditemani minuman hangat rasanya dunia ini milik kita kawan. Kami tidak tahu apakah ini di Indonesia, di Surga atau Afrika, tidak tahu ini ada dimana karena seluruh wajah dunia berkumpul di sini dan saling berbagi cerita. Hanya bisa bersyukur pada Tuhan, karena ternyata ciptaannya begitu indah.

foto : Tim GMC (Geography Mountainering Club) UI , Agustus 2009

Perjalan turun Rinjani dari Pelawangan Senaru cukup memakan waktu karena jalan yang berpasir ditambah batu-batuan dengan daerah terbuka yang jarang sekali vegetasinya. Untuk wanita, ini cukup berisiko jika berjalan cepat karena kaki mudah terkilir dan terjatuh. Kami lihat ada beberapa wisatawan mancanegara dengan rambut yang pirang terjatuh dan luka-luka di track ini. Kami meninggalkan pelawangan jam 10 pagi setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya, kami sadar ini milik negeri kami, negeri yang sedang berjuang untuk maju.

foto : Pelawangan Senaru, Agustus 2009

Sebenarnya turun gunung di sini tidaklah sulit, bagi para laki-laki mungkin hanya 5 jam saja saja. Namun karena anggota kami terdapat wanita, diantaranya ada yang belum pernah mendaki gunung dan kini mengalami engkle sehingga perjalanan turun ini mencapai 7 jam atau sama dengan jam 5 sore sampai di entrance.

Malamnya kami kembali ke Rinjani Homestay untuk beristirahat sampai esok pagi. Keletihan saat mendaki terbayar di sini, sebagian teman kami ada yang sampai menyewa tukang pijit. Ketika mandi dan tersentuh air, rasanya sungguh nikmat, bau keringat hilang namun pengalaman menjadi abadi. Semuanya semakin sempurna ketika badan ini tergeletak di kasur sampai mata terlelap hingga esok pagi.

---- Menuju Gili Terawangan ---

foto : Gili Trawangan, Agustus 2009

Hari keempat di lombok, kami meninggalkan Rinjani Homestay di pagi hari, lalu pergi menuju sebuah pulau kecil di bagian barat laut Pulau Lombok. Gili Trawangan, sebuah pulau kecil dengan pantai pasir putih yang luasnya sekitar 6 km2 yang dihuni sekitar 800 penduduk. Terdapat banyak penginapan, café dan bar. Sebagian besar para wisatawan datang untuk berjemur, snorkeling dan diving. Gili Trawangan merupakan pulau yang paling ramai diantara dua pulau kecil lainnya yang berdekatan. Perairan bawah laut di sini merupakan salah satu spot dive terbaik di Indonesia yang terkenal di dunia.

foto : Kidomo, Gili Trawangan Agustus 2009

Secara ekonomi, datangnya turis membawa keuntungan yang sangat besar bagi penduduk, mereka bisa menjadi guide atau dapat menyewakan alat-alat olahraga seperti sepeda, snorkel dan kuda yang biasa disebut kidomo. Di musim liburan para penyewa kidomo bisa meraup untung 1 juta per hari, salah satu penyewa ada yang dapat menguliahkan adiknya di Inggris.

foto : Observasi Penyu di Gili Trawangan, Agustus 2009

Untuk menuju ke Gili Trawangan, kami menaiki perahu kecil yang paling murah dari labuhan Bangsal dengan harga 10 rb per orang. Perahu ini tersedia dari pagi sampai jam 3 sore. Kami datang ke Gili Terawangan di tepat perahu yang terakhir, dimana pada jam ini kami merasakan ombak yang sangat besar, yang membasahi kami di dalamnya. Perjalanan di perahu ini menjadi perjalanan yang sangat seru, yang membuat kami teriak ketakutan dan kesenangan.

foto : Perahu penyebrangan Gili Trawangan, Agustus 2009

Belum menyentuh pasir di Gili Trawangan, dari atas perahu kita dapat melihat indahnya alam laut. Ikan-ikan dan terumbu karang sangat jelas terlihat. pasir putih, lautan biru dan awan putih mengelilingi pulau kecil ini. Sangat menakjubkan, perahu-perahu tradisional dan modern terlihat berlayar membawa penumpang yang siap nyebur ke laut untuk melihat keunikan alamnya, sempurna.
foto : Suasana malam kami di Pantai Gili Trawangan, Agustus 2009

Bulan agustus ini harga penginapan rata-rata diatas 200 rb. Tempat makan biasanya membedakan harga turis local dengan turis asing, pastinya turis asing lebih mahal. Berhubung kami hanya membawa sedikit uang maka kami mencari penginapan gratis disini. Tepatnya di timur laut, di dekat gardu PLN, di sini lah kami mendirikan dua tenda.

foto : 2 malam tidur di Pantai Gili Trawangan, Agustus 2009

Dua hari dua malam kami habiskan di Gili Terawangan ini, kami tidur di pantai dengan alas matras dan berselimut sleeping bag. Kami habiskan waktu di sini dengan bermain dan bermain. Snorkeling, jalan-jalan dengan sepeda, bermain kano (perahu kecil yang muatannya untuk 2 orang), dan tidur-tiduran saja di pantai. Mandinya kami numpang di pos gardu PLN, makannya kami mencari yang paling murah di tempat terpencil dengan harga 5000 rb per bungkus. Oleh karena itu kami sangat irit dalam pengeluaran.

Setelah puas di Gili Terawangan, kami ke Mataram. Menginap di rumah teman kami yang asli orang lombok, satu rumah beramai-ramai. Malam di mataram kami pergi mencari oleh-oleh di sekitar mol mataram, setelah itu kami mencicipi makanan khas lombok yaitu ayam taliwang. Ayam Taliwang dicampur sambal yang sangat pedas banyak tersebar di sisi-sisi jalan di mataram. Habis sekitar 600 rb untuk makan ayam ini, cukup mahal ya?, untuk 15 orang. Tidak apalah, yang penting kami puas dalam perjalanan di Lombok ini.

Malam hari terakhir di Lombok sebagian kami ada yang pergi ke Pantai Senggigi. Dalam perjalanan ini kami melihat banyak bar dan café seperti di Kemang Jakarta, yang dipenuhi orang asing. Kami sendiri yang tak biasa dengan budaya asing memilih tempat yang lebih eksotis, yaitu warung kopi di pinggir jalan yang berbukit menghadap pantai. Sambil memandang pantai sengigi dari atas bukit, dan dengan Kopi, susu, ataupun rokok, semua menjadi tenang dan damai.

foto : Camp di Mataram bersama teman Lombok, Agustus 2009

Esoknya kami meninggalkan Lombok ditemani kedua teman kami yang asli Lombok. Kami sangat berterimakasih kepada Rosy dan Chairil, yang telah memberi tumpangan dan mencarikan penyewaan angkutan yang murah. Perjalanan ini tak mungkin terlupakan. Thanks guys…

Cerita dan informasi di Lombok tidak sebatas cerita ini saja, untuk daerah wisata pantai dan budaya telah di survey oleh anggota kami yang tidak ikut dalam pendakian. Mereka berhasil ke pantai Bangko-bangko, Maw’un, ke perkampungan sasak, melihat kebudayaan perang pedang, dan lain-lain. Kami menghabiskan waktu selama seminggu di Pulau Lombok ini.

---- Menuju Pulau Dewata ---

foto : Tanah Lot, Bali Agustus 2009

Selesai expedisi di Pulau Lombok kami tidak segera pulang, kami mampir di Pulau Dewata Bali selama dua hari dua malam. Di Bali kami menginap di penginapan milik tantenya teman kami sehingga dapat mengirit pengeluaran lagi. Di Bali kami menyewa motor dengan harga rata-rata 60 rb. Dengan motor kami bisa melihat sunsite di Tanah Lot, berputar-putar di Legian, melihat tugu bom bali, bermain di pantai Kuta dan lain-lain yang tak jauh dari Denpasar.

foto : Tugu Bom Bali, Agustus 2009


---- Menuju Jakarta melalui Banyuwangi dan Surabaya ---

foto : Stasiun Banyuwangi Baru, Agustus 2009

Gak kebayang kan enaknya kami ? Dua hari perjalanan menuju Lombok, seminggu di Lombok dan dua hari di Bali. Keseruan ini ternyata belum selesai, kereta ekonomi yang tersedia di stasiun Banyuwangi menuju Surabya hanya ada pada jam 6 pagi. Karena itu kami pergi ke Pelabuhan Gilimanuk (Bali bagian barat) dari Denpasar sekitar jam 7 malam, sampai di Gilimanuk jam 11 malam dan langsung menyebrang dengan kapal sekitar 20 menit menuju Pelabuhan ketapang.
foto : Stasiun Banyuwangi Baru, Agustus 2009

Dengan berjalan sekitar 5 menit sampailah di stasiun Banyuwangi dari pelabuahan Ketapang. Di sini kami tidur sambil menunggu kereta datang pada jam 6 pagi. Ada yang tidur di bangku tunggu dan ada yang menggelar materas tidur di ubin, angin membuat kami semakin menggigil kedinginan.

Seharusnya sampai di stasiun Surabaya jam 2 siang, lalu jam 4 sorenya kami naik kereta ekonomi menuju Jakarta. Tapi kenyataannya berubah, telah terjadi kecelakaan di jalur antara Banyuwangi menuju Surabaya, yang menyebabkan perjalanan kami semakin lambat. Jam 5 sore kami sampai di Surabaya, kereta ekonomi ke Jakarta sudah terlambat, yang ada hanya eksekutif jam 5.30. Anggaran kami tak mampu membeli kereta eksekutif atau Bisnis. Terpaksalah kami bermalam di Surabaya sehari.
foto : Stasiun Surabaya, Agustus 2009

Di Surabaya kami menginap di kosan teman. Kami diberi dua kamar, satu pria dan satunya lagi perempuan. Tomy, dia adalah orang yang membantu kami. Paginya sambil menunggu kereta ekonomi yang tersedia pada jam 4 sore, maka kami jalan-jalan lagi ke Jembatan Suramadu.

foto : Suramadu, Agustus 2009

Sampailah kami di Madura, di pulau kelima yang kami tapaki pada perjalanan ini. Pulau Madura ini tidak ada dalam rencana perjalanan kami, ini hanya kebetulan saja gara-gara ada kecelakaan kereta. Sudah 13 hari kami berada di perjalanan ini, satu hari lagi untuk perjalanan pulang ke Jakarta maka kami telah berkelanan selama dua minggu.

Dari awal keberangkatan kami, dari Stasiun Senen menuju Lombok pada tanggal 31 Juli 2009, kini kami tiba kembali tanggal 14 Agustus 2009. Dengan patungan 900 rb per orang Alhamdulillah perjalanan ini dapat terlaksana. Puji Syukur kami pada Tuhan yang mengizinkan kami berkelanan tanpa batas. Di stasiun Senen itu akhirnya kami berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing.

Anggota perjalanan ini terdiri dari :
Geo 05 : Daydeh ( penulis ini), Haris, Ketu, RIngga, Bily, Wandi dan Arin.
Geo 06 : Wenas, Onot, Nala, Elgo dan Mia.
Geo 07 : Sandy dan Risma.
Geo 08 : Dwi, Mila, Vio dan Vasanty.

12 comments:

Anonymous said...

Nice Ka Ded.. ^_^

Daydeh said...

hei siapa nih ?
oke dah... kita jadiin buku ya?

Anonymous said...

tadi Vio, Ka Ded..
masa ga tau sih?

sombong deh

violina said...

songong, itu bukan gw kak ded...ni baru gw..tau mana bukunya??ud pd di tanyain tauu..terutama nyokap gw..

Daydeh said...

vio : nyokap lu tuk sementara suruh liat ini aja... heheee....

saya said...

ciee ka ded,,hmmm :)
kalo menurut gw lo bedua tuh cocok bgt tau, suer deh.
udah jadian aja napa, sayang si vio udah ada. sabar aja ded, klo jodoh gak kemana.org sabar hasilnya indah :)

Daydeh said...

konyol dah lu ris...
yg uda, uda napa...

Hidayat said...

Lombok yang menawan.

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia ...