Dengan Pesawat Terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Adi Sutjipto (Jogja), dapat ditempuh sekitar 45 menit. Di Bandara Adi Sutjipto sudah tersedia pelayanan umum taksi yang teratur sehingga kita tidak perlu takut dibohongi supir taksi, walau tetap banyak taksi yang liar menawarkan diri, biasanya taksi liar ini mencari mangsa orang-orang yang baru pertama kali ke Bandara ini.
Jogja termasuk salah satu tujuan pariwisata dan pendidikan. Sebenarnya ini bukan pertama kali saya ke Jogja, namun kali ini saya benar-benar menikmati suasana Jogja. Hari pertama 21 april 2010, saya menginap di kali urang, suasana di sini penuh dengan anak-anak Intelektual dari kampus UGM. Penuh dengan kos-kosan, dan kebutuhan mahasiswa seperti warnet dan took-toko primer maupun sekunder.
Di sini saya jarang melihat angkutan umum, sebagian besar penduduk menggunakan kendaraan pribadi. Para wanita ikut berkeliaran di jalanan, pasangan muda-mudi banyak yang berkumpul di warung-warung pinggiran. Boleh saya katakana bahwa makanan di Jogja cukup murah untuk standar makanan sebuah perkotaan. Nasi kucing dan minuman hangat tersebar hampir diseluruh ruas-ruas jalan.
Hari pertama dan kedua, jam kerjanya saya mendapat tugas ke Lab Geomatika UGM, di sini saya meng-Instal licience software ArcGis yang asli. Setelah selesai, malam dihari kedua saya menginap di Jl.Maliobor. Penginapan di sini beragam, mulai dari 80 rb sampai ratusan ribu, saya sendiri memilih sebuah losmen dekat stasiun Tugu dengan harga 80 rb untuk 3 orang, kini saya bertemu dengan 2 teman dari Jakarta.
Malam itu saya berjalan kaki dari penginapan menuju alun-alun utara, melewati Jl.Malioboro dan mampir di alun-alun selatan. Hohooooo…. Pegalnya… padahal tukang Becak menawarkan 20 rb untuk kami bertiga, tapi kami tidak mau.
Alun-alun selatan cukup aneh, banyak sekali orang pacaran diatas motor, mereka semua membentuk pola tempat pacaran dengan jarak sekitar 5-10 meter. Jadi mereka tidak ada yang berdekatan antara motor dengan motorlainnya, melainkan mereka parkir motor dengan jarak 5 meteran sambil pacaran. Lucu ya…. Pacaran di tengah-tengah alun-alun itu mungkin menjadi biasa bagi warga setempat. Naifnya, di keramaian orang pacaran itu, saya melihat ada nenek-nenek tidur di tanah. Kasihan…
Alun-alun utara terdapat 2 pohon beringin besar yang dipagar putih. Kepercayaan di sana bahwa bila kita dapat melewati celah dua pohon tersebut dengan mata tertutup maka keinginan kita akan dikabulin. Maka tidak heran seluruh orang yang kesana mencobanya. Hehee… dan ini tidak disia-siakan oleh orang dengan menyewakan penutup mata dengan harga Rp 3000, gilee ye… kratif, justru penyewaan itu cukup laku karena menurut saya sebagian anak muda yang datang itu gengsi kali ya sama pacarnya, masa nyewa itu aja gak mau. Selain tutup mata, juga tersedia penyewaan sepeda dengan 2 sampai 3 jog tempat duduk, hanya sekedar muter-muter di jalan sisi alun-alun itu.
Saya sendiri mencoba melewati celah pohon yang jaraknya sekitar 10 meter itu, pertama saya gagal, kedua hampir, ketiga berhasil. Hahaaa….
Pulangnya saya berjalan kaki lagi ke penginapan, kaki pegel semua dan langsung nyos untuk tidur.
Esoknya saya ke Candi Borobudur di Magelang dengan naik Bus Trans Jogja lalu nyambung dengan Bus lagi (saya lupa, harganya sekitar Rp 6000). Borobudur, candi yang besar penuh sejarah ini tidak masuk dalam 7 keajaiban dunia. Sedih dah Indonesia… sejarah dan ceritanya bisa anda baca di Internet. Kebanyakan yang datang ke sini adalah anak-anak sekolah. Saya sendiri ini adalah pertamakalinya. Heheee….
Sorenya saya langsung ke Parangtritis dengan kembali naik Bus Trans Jogja dan melanjutkannya dengan Bus (lupa lagi, harganya sekitar Rp 8000). Sampai di Parangtritis sudah gelap pas Azan Magrib. Sempat kebingungan menginap dimana karena uang sudah tinggal sediki. Dan ternyata penginapan di sini cukup murah, rata-rata 40 rb. Paginya saya mengunjungi pantai, ramai sekali, namun mungkin karena saya pernah melihat pantai di Bali dan Lombok sehingga pantai Parangtritis ini menjadi biasa saja, pasirnya hitam dan ombaknya bisa menyeret orang, tak berbeda dengan pantai di Pacitan.
Satu hal yang saya sukai di Jogja yaitu kehidupan budayanya, sebuah kota yang masih menganut kerajaan ini sangat damai dan tenang. Penduduknya bersikap halus dan sopan, kegiatan ekonominya berjalan lancar, tata kota diatur baik dan bersih, jarang ada gedung dan hotel yang tinggi sehingga seperti mempunyai khas yang berbeda dibanding kota-kota lain. Makanannya pun mempunyai khas manis dan murah, orangnya pun manis-manis. Menurut saya di sini lah tempat tinggal yang seperti surga bagi orang-orang Jawa.
Jogja termasuk salah satu tujuan pariwisata dan pendidikan. Sebenarnya ini bukan pertama kali saya ke Jogja, namun kali ini saya benar-benar menikmati suasana Jogja. Hari pertama 21 april 2010, saya menginap di kali urang, suasana di sini penuh dengan anak-anak Intelektual dari kampus UGM. Penuh dengan kos-kosan, dan kebutuhan mahasiswa seperti warnet dan took-toko primer maupun sekunder.
Di sini saya jarang melihat angkutan umum, sebagian besar penduduk menggunakan kendaraan pribadi. Para wanita ikut berkeliaran di jalanan, pasangan muda-mudi banyak yang berkumpul di warung-warung pinggiran. Boleh saya katakana bahwa makanan di Jogja cukup murah untuk standar makanan sebuah perkotaan. Nasi kucing dan minuman hangat tersebar hampir diseluruh ruas-ruas jalan.
Hari pertama dan kedua, jam kerjanya saya mendapat tugas ke Lab Geomatika UGM, di sini saya meng-Instal licience software ArcGis yang asli. Setelah selesai, malam dihari kedua saya menginap di Jl.Maliobor. Penginapan di sini beragam, mulai dari 80 rb sampai ratusan ribu, saya sendiri memilih sebuah losmen dekat stasiun Tugu dengan harga 80 rb untuk 3 orang, kini saya bertemu dengan 2 teman dari Jakarta.
Malam itu saya berjalan kaki dari penginapan menuju alun-alun utara, melewati Jl.Malioboro dan mampir di alun-alun selatan. Hohooooo…. Pegalnya… padahal tukang Becak menawarkan 20 rb untuk kami bertiga, tapi kami tidak mau.
Alun-alun selatan cukup aneh, banyak sekali orang pacaran diatas motor, mereka semua membentuk pola tempat pacaran dengan jarak sekitar 5-10 meter. Jadi mereka tidak ada yang berdekatan antara motor dengan motorlainnya, melainkan mereka parkir motor dengan jarak 5 meteran sambil pacaran. Lucu ya…. Pacaran di tengah-tengah alun-alun itu mungkin menjadi biasa bagi warga setempat. Naifnya, di keramaian orang pacaran itu, saya melihat ada nenek-nenek tidur di tanah. Kasihan…
Alun-alun utara terdapat 2 pohon beringin besar yang dipagar putih. Kepercayaan di sana bahwa bila kita dapat melewati celah dua pohon tersebut dengan mata tertutup maka keinginan kita akan dikabulin. Maka tidak heran seluruh orang yang kesana mencobanya. Hehee… dan ini tidak disia-siakan oleh orang dengan menyewakan penutup mata dengan harga Rp 3000, gilee ye… kratif, justru penyewaan itu cukup laku karena menurut saya sebagian anak muda yang datang itu gengsi kali ya sama pacarnya, masa nyewa itu aja gak mau. Selain tutup mata, juga tersedia penyewaan sepeda dengan 2 sampai 3 jog tempat duduk, hanya sekedar muter-muter di jalan sisi alun-alun itu.
Saya sendiri mencoba melewati celah pohon yang jaraknya sekitar 10 meter itu, pertama saya gagal, kedua hampir, ketiga berhasil. Hahaaa….
Pulangnya saya berjalan kaki lagi ke penginapan, kaki pegel semua dan langsung nyos untuk tidur.
Esoknya saya ke Candi Borobudur di Magelang dengan naik Bus Trans Jogja lalu nyambung dengan Bus lagi (saya lupa, harganya sekitar Rp 6000). Borobudur, candi yang besar penuh sejarah ini tidak masuk dalam 7 keajaiban dunia. Sedih dah Indonesia… sejarah dan ceritanya bisa anda baca di Internet. Kebanyakan yang datang ke sini adalah anak-anak sekolah. Saya sendiri ini adalah pertamakalinya. Heheee….
Sorenya saya langsung ke Parangtritis dengan kembali naik Bus Trans Jogja dan melanjutkannya dengan Bus (lupa lagi, harganya sekitar Rp 8000). Sampai di Parangtritis sudah gelap pas Azan Magrib. Sempat kebingungan menginap dimana karena uang sudah tinggal sediki. Dan ternyata penginapan di sini cukup murah, rata-rata 40 rb. Paginya saya mengunjungi pantai, ramai sekali, namun mungkin karena saya pernah melihat pantai di Bali dan Lombok sehingga pantai Parangtritis ini menjadi biasa saja, pasirnya hitam dan ombaknya bisa menyeret orang, tak berbeda dengan pantai di Pacitan.
Satu hal yang saya sukai di Jogja yaitu kehidupan budayanya, sebuah kota yang masih menganut kerajaan ini sangat damai dan tenang. Penduduknya bersikap halus dan sopan, kegiatan ekonominya berjalan lancar, tata kota diatur baik dan bersih, jarang ada gedung dan hotel yang tinggi sehingga seperti mempunyai khas yang berbeda dibanding kota-kota lain. Makanannya pun mempunyai khas manis dan murah, orangnya pun manis-manis. Menurut saya di sini lah tempat tinggal yang seperti surga bagi orang-orang Jawa.
2 comments:
jogja kuk baju nya rinjani c kak ded.ckckckc saltum ya gan
Hehehee.... oh iya... baru sadar gw...
Post a Comment