Sunday, June 28, 2020

Pentingnya Agama dan Ilmunya

Dalam kehidupan sehari-hari dan bertambahnya usia maka kebutuhan hidup terus meningkat, bahkan semakin pintar dan cerdas, keinginan kita terus bertambah dari waktu ke waktu. Alhasil lambat laun posisi jabatan kerja kita pun terus meningkat dan orang-orang semakin mendengar apa yang kita ucapkan, lalu setiap kebijakan menjadi hal dinanti dan menjadi aturan yang perlu ditegakkan.

Masalahnya, apakah aturan benar-benar akan membuat orang berlaku adil dan bijak? Jika benar, harusnya tidak pernah ada orang yang ditangkap polisi karena menyalahi aturan.

Bagaimana dengan pernikahan? mengapa ada suami istri sampai bercerai padahal pada saat akad nikah, sang suami sudah berikrar janji bahkan atas nama Tuhan bahwa akan menjaga sang istri selamanya.

Manusia, selalu saja pandai beralasan saat ketangkap basah menyalahi aturan, dan selalu bisa mengelak tentang perceraian. Alasan umum kurangnya pendapatan dan ketidakcocokan, akhirnya menyalah-nyalahkan keadaan dan orang lain. 

Itulah kenapa penting sebuah wawasan dan ilmu dalam beragama.
Di agama yang saya anut yaitu Islam, masalah-masalah seperti itu adalah masalah klasik yang sering dijumpai, dan sebenarnya sudah ada jawaban-jawabannya semenjak turunnya Islam yang dibawakan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Kebanyakan kita hanya mengaku beragama tapi tidak tahu apa yang diajarkannya.

Tentang menyalahkan keadaan.
Manusia kebanyakan lupa bahwa rezekinya sudah diatur oleh Allah SWT, dan lupa bahwa setiap manusia akan diuji keimanan dan ketakwaannnya dengan berbagai cara, bisa dengan kelaparan, kekeringan, kebencanaan dan musibah lainnya. Sehingga takdirnya bisa terlihat susah jika hanya melihat kasat mata.

Manusia juga sering lupa bahwa kita dikasih nafsu yang dapat mencintai dunia secara berlebihan sehingga dapat melupakan Allah SWT, nafsu tersebut bisa terhadap harta, tahta dan wanita.

Yang lucunya lagi, manusia kebanyakan ingin menjadi dirinya sendiri, dengan cara pikirnya sendiri, dan pendapatnya sendiri. Sampai-sampai kebablasan dan lupa diri, lalu ujung-ujungnya pusing sendiri, akhirnya tidak menyalahkan diri sendiri, tapi tetap menyalahkan orang lain. Pejabat melakukan korupsi dengan menyalahkan kecilnya upah gaji. Suami melakukan selingkuh karena menyalahkan isteri yang sudah tidak cantik lagi. 

Kita perlu hati-hati dalam menyikapi hal seperti ini, dan hal-hal seperti ini tidak bisa dijawab dengan sesuka hati atau seenaknya. Kita butuh ilmu agama agar bisa memahami setiap permasalahan dasar seperti ini. Bahkan kata Ulama, “nanti di akhirat dan hari pembalasan, apa yang kita dapat adalah apa yang kita prasangka terhadap Tuhan”. Bila di dunia kita sering mengeluh dan menyalahkan keadaan, sama saja menyalahkan Allah SWT. Sebaliknya bila di dunia sering bersyukur maka Allah SWT senang dengan orang tersebut karena Allah SWT selalu dianggap baik olehnya.

Di dalam Islam, sudah jelas bahwa Allah SWT sungguh luas Rahmat dan Karunianya, serta manusia sudah diatur rezekinya, dan rezeki itu bukan hanya berbentuk uang atau harta yang dipakai, tetapi juga kenikmatan-kenikmatan lainnya yang tanpa disadari adalah hal yang sangat berharga. Seperti saat ini ada covid-19, ternyata ada beberapa orang justru menjadi lebih dekat dengan keluarga yang sebelumnya jarang bertemu. Apalagi bagi yang punya anak bayi seperti saya, bersyukur sekali melihat dia tumbuh setiap saat bersama kita.

Tentang rejeki mahluk hidup, Allah SWT sudah menjelaskan di dalam Surat Hud Ayat 6, yang berbunyi:
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ

Terjemah Arti: Dan tidak ada suatu binatang bergerak di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

Menurut berbagai tafsir, dijelaskan bahwa manusia dan mahluk lainnya sudah memiliki rezekinya masing-masing, dan dikasih kata kunci yaitu “bergerak”, asalkan kita bergerak mencari rezekinya, maka kita mendapatkan rejeki itu.

Oleh karena itu, jika kita ingin mendapatkan rejeki yang lebih alangkah baiknya dengan merubah cara bergerak, atau menambahkan gerakannya atau menambahkan ilmu/ skill kita, bukan dengan cara yang salah seperti korupsi dan manipulasi. Dan jangan sampai kita merasa bahwa kita tidak akan mendapatkan rejeki bila bekerja di sana atau di sini. Kita perlu yakin secara Tauhid bahwa Allah SWT yang satu-satunya berhak memberi rejeki kepada mahluk hidup, termasuk kita sebagai manusia. Jika kita sudah yakin seperti ini maka kita tidak perlu pusing memikirkan bagaimana kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya, dan kita juga tidak boleh sampai berlebihan dengan begadang-begadang untuk mendapatkan rezekinya. Bekerjalah dengan cara cerdas, bukan dengan otot dan ngotot.

Tentang Nafsu
Tidak ada manusia yang tidak memiliki nafsu, dan ini menjadi keberkahan tersendiri buat kita karena menjadikan kita tumbuh berkembang dan belajar, namun nafsu juga menjadi cobaan jika tidak bisa dikendalikan. Jika bicara jujur, apa benar orang-orang yang bercerai karena ketidakcocokan? 

Ada istri menggugat suami karena suami selingkuh, atau suami tidak memberi nafkah, atau suami rezekinya kurang. Jika alasannya ini, kira-kira apa masalahnya? Pasti karena nafsu yang tak dikendalikan, selingkuh karena nafsu, rejeki bisa jadi juga karena nafsu keinginan yang merasa selalu kurang.

Itu mengapa bang Iwan Fals berkata “keinginan, adalah sumber penderitaan”.
Lalu dari Hadis diriwayatkan dalam Musnad Ahmad, Sunan al-Tirmidzi, Sunan Abi dawud, dan Shahih Ibn Hibban:
“Mukmin yang paling utama keislamannya adalah umat Islam yang selamat dari keburukan lisan dan tangannya. Mukmin paling utama keimanannya adalah yang paling baik perilakunya. Muhajirin paling utama adalah orang yang meninggalkan larangan Allah. Jihad paling utama adalah jihad melawan nafsu sendiri karena Allah.”

Perkara nafsu memang bukan perkara gampang, ini memang rumit, tapi bisa terlihat sederhana jika kita tidak banyak memiliki keinginan terutama keinginan akan hidup di dunia, dan kunci utama untuk menjaga nafsu ini adalah ikhlas. Untuk mecapai ikhlas kita perlu wawasan dan pengetahuan khususnya tentang tujuan hidup dan Kebesaran Allah SWT.

Kebanyakan kita berlomba-lomba mencari rejeki agar bisa membeli rumah, nafsu kita menjadi bertambah seiring jabatan dan ilmu yang dimiliki, ingin beli rumah yang besar, lalu tambah besar. Setelah itu ingin punya mobil, lalu mobil yang bagus. Setelah itu ingin jalan-jalan, lalu keliling dunia. Keinginan-keinginan ini terus bertambah dan menular ke anak-anak dan istri kita.

Target-target dunia, dalam keluarga dan perusahaan juga terus meningkat, akhirnya waktu terasa padat dan cepat. Ingin Sholat Tahajud dan Duha ya malas, bahkan solat subuh aja klo bisa bangun, klo kerja begadang kadang subuhnya kelewatan. Apalagi mau menghapalkan Al Qur’an, juz 30 saja gak hapal-hapal. Kesibukan-kesibukan dunia akibat terget-target yang ditetapkan menjadikan manusia super sibuk. Hal ini bisa kita lihat di kantor-kantor, pejabat rapat sampai malam-malam, para menteri kabinet, staf khusus dan para ahli berdiskusi panjang mengurusi negeri dengan niat mengentaskan kemiskinan. Lalu si miskin santai ngerokok, ngopi sambil ngobrol dan ketawa-ketawa di pojokan sama teman-temannya.

Lah Aneh.
Negara Indonesia yang luas ini tidak akan bisa dibangun oleh satu atau dua orang, Jika kita bilang presiden yang bisa membuat Indonesia maju, anda harus banyak belajar. Infrastruktur dan tujuan ekonomi juga tidak akan bisa membuat bahagia orang bertambah. Lalu bagaimana kita hidup? Memang tidak bisa dijawab klo kita terus mencontoh kepada orang lain atau negara lain.

Jika kita terlalu sibuk setiap harinya sampai tidak punya waktu untuk beribadah dan dekat kepada Allah SWT. Merenunglah tentang tujuan hidup, dan carilah jawabannya, dan pasti tidak ada jawabannya selain kembali kepada ajaran yang dibawakan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Rosullullah, hidupnya sangat sederhana meskipun pedagang yang sudah pasti memiliki harta yang banyak. Jika anda berkata bahwa Nabi miskin, anda perlu belajar sejarah. Bahkan sahabat-sahabat Nabi seperti Abu Bakar As Sidik, Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib, serta sahabat-sahabat lainnya yang berjuang bersama Rosullullah adalah orang-orang yang kaya yang memiliki banyak harta baik berupa onta-onta ataupun tempat berdagang. Tapi mereka hidup dan tinggal dalam keadaan sangat sederhana, bahkan tempat sholat Rosulullah di kamarnya adalah tempat tidurnya.

Kesederhanaan hidup adalah dasar yang dicontohkan oleh Rosul dan sahabat-sahabatnya, dan mereka selalu mengingatkan kita untuk menyiapkan diri dan bekal untuk akhirat, dengan cara berlomba-lomba dalam kebaikan dan amal soleh, bukan mengikuti hawa nafsunya terhadap dunia.

Masyallah… itulah Islam dan itulah ajarannya yang kebanyakan orang lupakan. Lalu kesibukan dan kenikmatan dunia sengaja mengikat nafsu kita agar kita lupa kepada Allah SWT. 

No comments:

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia ...