Thursday, December 25, 2008

Jakarta dan Laut

Foto : Brojonegara Serang

Kehidupan, tak kan pernah cukup untuk digali hikmahnya. Bagaimana keadaannya? Dan dimana tempatnya? Setidaknya membuat manusia selalu terus bertanya, begitu pula aku… ketika mata mulai membuka dari lelap atau ketika telinga mulai terasa ada gelombang dengan frekuensi tertentu masuk dan mendengung.

Selama bertahun-tahun aku hidup, baru akhir-akhir ini aku mulai berfikir dan mencari hikmah dari keberadaan dan keindahan laut. Aku baru berfikir bahwa sebenarnya Negara ini sangat kaya hanya dengan laut saja, bayangkan saja berapa luas lautan kita dibanding dataran. Dengan perjalanan kemarin di selat sunda bersama anak-anak daerah dari pelosok negeri ini, aku mulai merasa hidup dan benar-benar hidup sebagai Negara Indonesia. Kenapa?

Jelas, merekalah orang-orang yang tak terjajah oleh budaya dan pemikiran bangasa asing yang lama kelamaan jelas menghancurkan negeri ini. Walau mereka terkesan cupu / kuno, tapi mereka ternanam benih-benih negeri yang asli. Contohnya Rossy (anak pantai Lombok), ia sangat ingin tahu keadaan Moll dan tempat-tempat yang bagus, ternyata ia kecewa karena justru yang dilihat hanyalah pengemis dimana-mana dan banyaknya rumah kumuh.

Kata Rossy “berarti aku tertipu oleh sinetron-sinetron dan film di TV, aku ndak sanggup tinggal di Jakarta ded kalau sudah tahu Jakarta seperti ini.”

Eka (anak Aceh), “Lah Loh… Jakarta kok seperti ini ya… banyak sekali wanita yang memakai baju dengan se-enaknya, seksi… aku gak kuat. Jakarta kok banyak rumah kumuh yang tinggal di bawah jembatan ya, di Aceh gak ada tuh ” .

Si Sapto (semarang) langsung menimpal, “jelas aja di Aceh gak ada jembatan layang, jadi gak ada yang tinggal di bawah jembatan”.

“he….he,,,,,…hehe…ha,haaahaaa. Jakarta banyak polusi, banyak karbon, timbal dan unsur kimia yang beracun untuk kesehatan, pusing…. Harus naik bus, bajai dan kereta…. Aku gak bisa ded.. enakkan di laut, tenang dan damai”, si Nhellya (anak Bangka).

“Jakarta tak seperti yang ku kira, masih bagusan di Papua”, kata Kris anak Kep Biak Papua.

“aku juga gak kuat tinggal lama-lama di jakarta, biaya hidup mahal. Enakan di Lombok ” kata Khoiril.

“Jakarta sama saja seperti di Surabaya, enakkan di gunung, kapan kita naik ke gunung bareng ded?” si Tomy anak surabaya.

“enakan di jogja” kata prima anak jogja.

Semua teman-teman ku dari daerah selalu bilang Jakarta tidak menyenangkan untuk hidup. Aku sebagai anak yang sudah lama tinggal di Jakarta sangat merasa miris, apalagi ketika menanyakan dimana tempat belanja barang asli buatan Jakarta. Jujur aku sangat bingung, sampai saat ini aku belum tahu barang kerajinan apa yang asli buatan Jakarta, dan dimana tempatnya aku pun belum tahu. Apalagi kris sudah memberi kalung asli buatan Papua kepada ku yang dikirim melalui JNE. Aku harus ngasih apa? Bingung?

Maaf kawan, mungkin monas yang asli Jakarta. Tapi kata Ibetz (anak bandung) “itu mah biasa aja.. di Bandung banyak yang bagus”.

Sudahlah, lelah rasanya membicarakan Jakarta. Yang menurut ku sama saja membicarakan kekuasaan, kerakusan, kejahatan dan kebohongan. Jakarta tak memiliki nilai seni, lihat saja tata kota dan bentuk bangunannya. Jakarta tak memiliki hati, lihat saja keadilan, data menujukan orang kaya semakin banyak dan orang miskin pun semakin banyak, Jakarta hanya berpihak pada yang ber-uang. Jakarta bukan Negeri kita, lihat saja orang-orang yang tinggal di sana, saling berebut kekuasaan dan penuh dengan kebohongan.

Hidup di Jakarta seperti diperbudak oleh waktu yang harus menuntut bekerja dan belajar tanpa henti agar nanti kita tak kalah dalam persaingan hidup. Sedih… bagi mereka yang kalah. Apakah yang kalah tak menjadi manusia? Jakarta sialan… orang makan sampah di Jakarta adalah lumrah, orang bunuh diri di Jakarta adalah lumrah, orang pembohong adalah lumrah.


Foto : Brojonegara Serang


Kawan, cintailah apa yang ada di sekitar mu… termasuk aku yang terus mencintai kota sampah ini, aku mencoba bertahan di tengah-tengah kebohongan, kepalsuan, dan kotoran-kotoran manusia lainnya. Bagaimana lautan di Jakarta…. Hah… sama aja… kotor… Karena itu tidak heranlah aku bahwa anak Jakarta lebih senang berfoya-foya untuk menghibur diri sendiri karena tak ada keindahan alam. Kebanyakan orang Jakarta menghabisi waktu dengan nonton film, makan makanan yang bergaya barat, diskotik, dugem. Karokean, ngeband, futsal (gue banget), dan lain-lain walau tak semuanya.

Dan sebagian orang yang tidak suka dengan itu semua, mereka memilih merenungkan cinta, mencari cinta sejati katanya gitu. Katanya dengan cinta, apapun bentuk lingkungannya, rasanya semua menjadi Indah…. Haha…mungkin inilah yang menjadi kemenagan Jakarta, di Jakarta banyak interaksi sosial yang akhirnya banyak menimbulkan benih-benih cinta, betul gak? Karena interaksi cinta itulah semua menjadi indah…. Kecuali bagi mereka yang menutup diri, “gak papa donk… semua kan hak manusia.. mau menutup, membuka atau setengah-setengah ya gak papa kali…. Karena tak ada orang yang sempurna… termasuk aku yang sangat jauh dari sempurna” Namun bukan berarti membiarkan diri jatuh dan terus terjatuh, harus bangun dan bermanfaat.

No comments:

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia ...