Apa yang dilakukan lelaki sejati di Jakarta pada masa kira-kira sebelum tahun 2000? Atau lebih dari sepuluh tahun yang lalu? Mari kita klise sedikit masa-masa itu. Sejak saya migrasi ke Jakarta tahun 1996, saya mengalami perubahan yang sangat besar. Selang satu tahun di Jakarta saya langsung terbawa gaya anak kampong Jakarta. Gaya bicara dan penampilan langsung berubah tanpa saya filter saat itu.
Bila orang yang membaca tulisan ini dan tahu tempat saya berada di Jakarta ini pasti paham apa yang saya maksud. Saya tinggal di Menteng Tenggulun Jakarta Pusat yang berbatasan dengan Manggarai Jakarta Selatan. Secara tidak langsung wilayah rumah saya termasuk dalam kawasan manggarai. Lagi-lagi saya berkata bahwa bila orang yang tahu bagaimana karakter di wilayah ini, pasti mengerti apa yang saya maksud.
Yaaaaa….. betul, kehidupan anak menteng khususnya disekitar manggarai memang begitu. Kalau gak nongkrong sambil mabok, ya nongkrong mau tawuran. SD kelas 6 aja saya sudah merokok dan sering berkelahi. Nah pas SMP lebih gila lagi, gara-gara gak mau dibilang banci, saya jarang absent bila ada tawuran. Penampilan saya selalu berambut gondrong (klo belum digunting ma guru, saya gak potong2), bercelana melebihi lutut (maka seringlah celana saya digunting ma guru), berkaos kaki sangat pendek (pas upacara kaos kaki itu dibakar di depan guru dan murid2), memakai ikat pinggang yang ujungnya keras (buat gebukin orang klo twuran, hahaha), memakai gelang, kalung dan rokok selalu ada di kantong celana (gileeeee gaul banget gw).
Yang saya lakukan saat di sekolah cukup unik, diantaranya : biasanya saya bawa kartu remi, gaple, dadu dan manggis buat tarohan (kelas uda kayak casino gitu dah), keluar masuk kelas sesuka hati aja (sering kabur ke kantin deh klo laper walau ada guru), klo hari Jum’at siang saya ngumpet supaya gak ketahuan kalau saya gak sholat Jum’at (kayaknya gw brutal abis ya), nah yang terakhir ini yang paling parah dan membuat gw beloon sampai saat ini, yaitu nangisin guru (hampir setahun gw gak boleh masuk pelajar English, makanya sampe sekarang gw bego english).
Tenang kawan, itu si belum seberapa. Temen-temen saya lebih parah lagi, ada yang ngempesin ban mobil atau motor guru yang konyol, bahkan ada yang nonjok guru. Kok ada si sekolah kayak gini? Pasti anda bertanya seperti itu, yup ada… itu kisah nyata yang saya alami saat saya masih SMP di salah satu SMP Negeri tak jauh dari kawasan Menteng Manggarai. Saat itu sampai saya tidak paham mengapa kehidupan kami begitu keras. Semua guru yang kasar, pernah memukul, menggampar atau menendang saya dan teman-teman dengan sepatu kerasnya. Wow… menakjubkan bukan?
Kami pernah di skors gak boleh masuk, pernah dipisahkan saat ujian (yg banyak kasus, diruangan tersendiri saat ujian agar tidak nyontek). Dan diakhir kelulusan kami pergi muter-muter mencari musuh tawuran, sampai akhirnya ada fotografer memoto kami yang sedang pawai dengan bus. Ternyata, keesokan harinya foto itu muncul di Koran Kompas, lalu kami pun dijemur di lapangan oleh kepala sekolah, dan dinyatakan TIDAK LULUS.
Bila orang yang membaca tulisan ini dan tahu tempat saya berada di Jakarta ini pasti paham apa yang saya maksud. Saya tinggal di Menteng Tenggulun Jakarta Pusat yang berbatasan dengan Manggarai Jakarta Selatan. Secara tidak langsung wilayah rumah saya termasuk dalam kawasan manggarai. Lagi-lagi saya berkata bahwa bila orang yang tahu bagaimana karakter di wilayah ini, pasti mengerti apa yang saya maksud.
Yaaaaa….. betul, kehidupan anak menteng khususnya disekitar manggarai memang begitu. Kalau gak nongkrong sambil mabok, ya nongkrong mau tawuran. SD kelas 6 aja saya sudah merokok dan sering berkelahi. Nah pas SMP lebih gila lagi, gara-gara gak mau dibilang banci, saya jarang absent bila ada tawuran. Penampilan saya selalu berambut gondrong (klo belum digunting ma guru, saya gak potong2), bercelana melebihi lutut (maka seringlah celana saya digunting ma guru), berkaos kaki sangat pendek (pas upacara kaos kaki itu dibakar di depan guru dan murid2), memakai ikat pinggang yang ujungnya keras (buat gebukin orang klo twuran, hahaha), memakai gelang, kalung dan rokok selalu ada di kantong celana (gileeeee gaul banget gw).
Yang saya lakukan saat di sekolah cukup unik, diantaranya : biasanya saya bawa kartu remi, gaple, dadu dan manggis buat tarohan (kelas uda kayak casino gitu dah), keluar masuk kelas sesuka hati aja (sering kabur ke kantin deh klo laper walau ada guru), klo hari Jum’at siang saya ngumpet supaya gak ketahuan kalau saya gak sholat Jum’at (kayaknya gw brutal abis ya), nah yang terakhir ini yang paling parah dan membuat gw beloon sampai saat ini, yaitu nangisin guru (hampir setahun gw gak boleh masuk pelajar English, makanya sampe sekarang gw bego english).
Tenang kawan, itu si belum seberapa. Temen-temen saya lebih parah lagi, ada yang ngempesin ban mobil atau motor guru yang konyol, bahkan ada yang nonjok guru. Kok ada si sekolah kayak gini? Pasti anda bertanya seperti itu, yup ada… itu kisah nyata yang saya alami saat saya masih SMP di salah satu SMP Negeri tak jauh dari kawasan Menteng Manggarai. Saat itu sampai saya tidak paham mengapa kehidupan kami begitu keras. Semua guru yang kasar, pernah memukul, menggampar atau menendang saya dan teman-teman dengan sepatu kerasnya. Wow… menakjubkan bukan?
Kami pernah di skors gak boleh masuk, pernah dipisahkan saat ujian (yg banyak kasus, diruangan tersendiri saat ujian agar tidak nyontek). Dan diakhir kelulusan kami pergi muter-muter mencari musuh tawuran, sampai akhirnya ada fotografer memoto kami yang sedang pawai dengan bus. Ternyata, keesokan harinya foto itu muncul di Koran Kompas, lalu kami pun dijemur di lapangan oleh kepala sekolah, dan dinyatakan TIDAK LULUS.
No comments:
Post a Comment