Final Piala AFF beberapa bulan yang lalu antara tim kesebelasan Garuda melawan Malaysia telah dimenangkan Malaysia walaupun Indonesia sbagai tuan rumah. Dengan kalah 0-3 di kandang Malaysia yang disebut-sebut terdapat kontraversial karena serangan laser hijau kepada pemain Indonesia dari pendukung Malaysia. Indoneisa tidak mampu membalasnya di kandang sendiri, yang hanya mampu menang dengan skor 2-1. Selain laser hijau yang membuat hilangnya konsentrasi para pemain Indonesia, poster-poster besar pejabat Indonesia di lapangan saat pertandingan di Malaysia juga membuat beberapa pemain mengeluh, melihat dari status twitter salah seorang pemain.
Pemerintah RI juga kalah dalam menangani kasus perbatasan wilayah antara Indonesia dan Malaysia, yang akhirnya beberapa pulau menjadi milik Negara Malaysia setelah UNCLOS menetapkannya. Seperti Pulau Simpadan-Ligitan dan Ambalat, yang diketahu kaya akan sumber daya alam khususnya minyak.
Hampir saja Reog Ponorogo dan Batik hilang dari Indonesia jika tidak cepat-cepat menyelesaikan masalah dari klaim Malaysia. Beberapa lagu adat Indonesia juga pernah menjadi video klip untuk mempromosikan pariwisata Malaysia. Baru-baru ini bahkan Malaysia membangun Museum Kerinci di negaranya dengan melibatkan Kabupaten Kerinci di Indonesia.
Teman saya belum lama survey ke Kalimantan, beliau bercerita bahwa di wilayah perbatasan RI-Malaysia ada suatu desa yang tadinya milik Indonesia, kini menjadi milik Malaysia, sehingga patok garis perbatasan bergeser dan bertambah luas bagi Malaysia. Penduduk di desa tersebut senang dengan hal itu karena mereka lebih terjamin dan sejahtera hidupnya dibanding saat mereka masih bergabung dengan Indonesia.
Tingginya pendapatan per kapita Negara Malaysia dan rendahnya pendapatan per kapita Negara Indonesia mengindikasikan bahwa Malaysia memang lebih unggul dalam berbagai sektor. Tidak heran bila kini banyak orang Indonesia yang lebih senang belajar di Malaysia ketimbang di negaranya sendiri.
Korupsi yang semakin merajalela di negeri ini membuat orang-orang pintar dan jujur enggan mencari nafkan di negerinya sendiri, mereka rela belajar jauh-jauh sampai ke Cina tapi memilih tidak masuk dalam lingkaran kekuasaan pemerintah. Entah mengapa, pemerintah Indonesia seperti sebuah lingkaran api ganas yang siap memberikan kenikmatan bagi siapa saja yang bernafsu panas. Man Shabara Zhafirah, kalimat yang dituliskan berkali-kali dalam novel 3 Ranah Wara setidaknya bisa dijadikan pelajaran yang besar. Man Shabara Zhafirah, “siapa yang sabar maka dia akan beruntung” sebuah pepatah dari Timur Tengah.
No comments:
Post a Comment