Saturday, March 9, 2013

Nadi

Foto : Monas, Des 2012
Seperti biasa… Saya berjalan dengan goresan-goresan silet yang hampir saja mengenai nadi di tangan. Rasanya, ingin lalui segalanya dengan darah yang menyerbuk dengan hancurnya hidup. Jiwa merekah tanpa sadar, mengelilingi naluri untuk tidak mengerti. Saya terlalu buta dengan cerita tentang taman-taman di hati, kerasnya tanpa sadar memukul hasrat dengan hati yang senja.

Terkadang, hidup tak bisa terkontrol. Lalu menyadari bahwa ini dan itu menjadi salah yang berulang-ulang, berulang-ulang, berulang-ulang tanpa dipedulikan dan dipelajari dimana kesalahannya. Saya bingung, tak sanggup memandang segala teka-teka hidup ini. Bingung ternyata apa yang dijanali tidak seirama dengan apa yang diinginkan. Lalu kesalahan itu terjadi dan terjadi lagi, dan saya bingun harus berkata pada siapa? atau ditahan dan dipendam seperti waktu dulu, lalu saya pasrah dan memuncak emosi.

Tidak ada semangat, sungguh ini serasa hambar… seperti langit yang entah dimana ujungnya. Mimpi saya seperti sehelai bulu elang yang melayang di udara, terbawa angin kencang khatulistiwa. Ini menyiksa, pelan-pelan mengiris darah putih yang menyelinap dalam kulit dan air tubuh. Abstrak, itu tidak bisa digambarkan dan dijelaskan. Terlalu banyak bicara....

No comments:

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia ...