Saturday, September 27, 2014

Banyolan politik...

Saya termasuk orang yang jarang menulis tentang politik, tapi kali ini izikan saya menulis beberapa kalimat tentang politik di negeri ini.

Negeri ini adalah pelita cahaya yang penuh dengan pelangi, alamnya bak surga yang diceritakan dalam dongeng, negeri ini seksi sekali. Tidak hanya fisik yang menggoda birahi, udaranya merupakan suara-suara budaya, merdu sekali. Anak-anak kecil masih banyak yang alamiah, yang bermain dengan mentari dan air-air sungai. Pantainya manis sekali, gunungnya tropis vulkanik yang megah menawan. Sebagai anak geografi, saya begitu bahagia dengan Ibu Pertiwi, dia selalu mengajak tersenyum dalam keadaan apapun.

Indonesia, tropical rasa kopi dan rempah-rempah yang membuat lidah selalu senang. Di Aceh saya menemukan bidadari para sultan, di Manado saya bermain dengan wanita-wanita pemandu pangeran, di Jawa mereka berkulit tropis yang seksi. Melayu dan Minang yang cantik, Dayak yang anggun, Ambon yang eksotis, Sunda yang ayu, seluruh wilayahnya romantical tropis. Hey… apakah ini bukan surga?

Negara ini besar dan indah sekali. Namun apa yang diperlihatkan sebagian besar para anggota dewan di pemerintahan? Sungguh, mereka tidak pantas menjadi panutan. Keserakahannya, mulut yang berubah-ubah, tawa bahak yang begitu sombong,… entah belajar dimana mereka tentang kepemimpinan dan kebijaksanaan.

Apa yang mereka inginkan? Tidak pernahkah mereka mendaki gunung lalu melihat betapa indahnya negeri dan betapa bahagianya kesepian yang tenang.
Apa yang mereka inginkan? Tidak pernahkan mereka bermain pantai disinari mentari dan dihempas gelombang, lalu terbecak kagum di bawah laut.
Apa yang mereka inginkan? Sampai mengorbankan harga dirinya dengan kebohongan-kebohongan tanpa ada rasa malu sama sekali.
Apa yang mereka inginkan? Tidak bisakah mereka merasa indah membaca puisi-puisi dan syair-syair lagu.
Apa yang mereka inginkan? Tidak bisakah mereka merasa kagum menyaksikan budaya dan kearifan lokal, berharmoni dengan agama.
Apa yang mereka inginkan? Saya tidak peduli pada mereka, tapi peduli dengan bangsa ini.

Hey banyolan politik, mari kita duduk di warung kopi pak mamat, lalu tertawa bersama-sama, sambil berkata “Aku cinta Indonesia dari alamnya, budayanya, agamanya dan manusianya”.

No comments:

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia ...