Monday, November 12, 2012

Sang Profesor... SMAkelas3 #3

Untunglah saya bersahabat dengan Tri Wahyudi atau biasa dipanggil TW (baca : TeWe), beberapa kali dia menjadi juara umum peringkat nilai di sekolah saya. Saat kelas 2 SMA kami sekelas, dan dia selalu rangking 1, tak tergoyahkan. Kelas 3 SMA saya dan dia sekelas lagi, yang menyebabkan kami begitu dekat. Dia dijuluki “Sang Profesor”.

Sangat berbeda memang teman saat kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 di SMA. Kelas 1 saya dekat dengan Topan yang merupakan preman dengan badan besar dan tinggi, dia jagoan sekolah kami karena saat kelas  1, tidak ada yang berani sama dia termasuk senior-senor kami. Kelas 2 saya dekat dengan anak Gorong-Gorong yang menjadi kelompok terkocak di sekolah kami. Di kelas 3, saya duduk dengan arga, saya sangat dekat dengannya sejak kelas 1 karena kami dari SMP yang sama. Tapi di kelas 3 SMA saya sangat dekat juga dengan TW, karena ada beberapa hal konyol yang kami lakukan di luar jam sekolah, yang kami lakukan berdua.

Tw berkacamata, berambut pendek dan tampangnya cupu, tapi dia ditakdirkan menjadi anak superior karena juara nilai. Sakin pintarnya, dia tidak perlu bersusah payah tes untuk bisa melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi atau ke perguruan tinggi, karena para perguruan tinggi telah melamar dia untuk masuk ke kampusnya. Salah satunya UNJ, dengan cepat, bahkan pengumuman lulus belum keluar sudah terpampang pengumuman bahwa Tw diterima di jurusan kimia di UNJ. Semua temanpun menyalami dia dan kagum kepadanya, termasuk saya….

Tapi tahukah kawan, dibalik itu semua, selama kelas 3 SMA, Tw menjadi guru pribadi saya, guru yang mengajarkan saya tentang mimpi dan cita-cita. Yang akhirnya, lama kelamaan… jiwa preman saya hilang pelan-pelan…

Ini dimulai dari ide Tw yang mengajak saya jualan di hari minggu, di senayan. Kami membeli boneka, gantungan kunci dan pewangi solat Jum’at, beli borongan di Pasar Jatinegara, lalu kami jual di Senayan. Saat itu, kami kelas 3, dan tidak ada satu temanpun yang tau kegiatan kami ini. Teman-teman sekelas kami hanya tau bahwa kami berdua membuat kaos seragam kelas 3 IPA di bandung, kaos yang setidaknya menjadi kenang-kenangan anak IPA karena kaosnya bertulis scientist.

Saya sempat konflik gara-gara pembagian kerja membuat kaos IPA, karena saya terlihat santai dan kurang peduli untuk menagih uang ke teman-teman. Si Tw akhirnya memutus kerjasama kami berdua untuk membuat kaos IPA. Yah… akhirnya saya sendiri yang kerja, saya ke Bandung dengan teman dari rumah, untuk memesan kaos, lalu ketika kaos sudah jadi maka saya ke Bandung lagi. Sendirian akhirnya membuat kaos kenang-kenangan itu… tapi setelah kaosnya jadi, saya tetap memberi satu kaos itu ke Tw gratis sebagai penghargaan, karena bagaimanapun dia ikut membuat ide kaos itu.

Setelah kaos itu selesai di awal-awal kelas 3 SMA, tiba-tiba si Tw ngajakin saya untuk berdagang di senayan, yang sudah saya jelasin tadi sebelumnya. Kami jualan boneka, gantungan kunci dan pewangi. Kami tidak sembarang jualan, pertama kami survei tempat jualan, waktu jualan dan harga di senayan, kedua kami patungan modal, ketiga kami beli barang yang didagangkan, keempat adalah eksekusi.

Malam minggu jam 10 malam Tw datang kerumah saya dengan tas berisi barang dagangan, lalu kami naik bus menuju senayan. Kami jualan di minggu pagi, tapi bila kita datang pagi atau subuh maka bisa-bisa kita tidak dapat lapak tempat dagang, karena para pedagang biasanya sudah siap dari tengah malam, kecuali mungkin bagi yang sudah lama dagang di sana, tidak perlu lagi mencari lapak dagang.

Sangat ingat sampai saat ini, ketika di dalam bus menuju senayan dari menteng, ada pengamen menyanyi lagu begitu indah dan enak sekali didengarnya. “It’s not so bad… you’re only the best I ever had….” lagu best I ever had dari Vertikal Horizon begitu menyemangati saya di perjalanan dagang pertama kalinya di senayan. Saat itu, kami masih kelas 3, saya masih unyuuu sekali…. tidak tahu apa-apa, cuma mengikuti si Sang Profesor, si Tewe.

Kocaknya, senayan kelewatan, malah turun di Slipi. Wajarlah, gelap. Akhirnya modal bertambah lagi karena harus naik taksi agar sampai ke TKP.

Jam 1 malam kami mendapat lapak dagang, lapaknya di depan lapangan ABC senayan. Tepatnya di trotoar, dan di situlah saya tidur bersebalah Tw dengan alas plastik terpal yang paginya digunakan untuk dagang. Tidak menggunakan sleeping bag dan jaket, cuma kaos saja. Tidak menggunakan tenda sehingga atap kosong melompong langsung menghadap langit gelap. Saya masih ingat, saat menghadap langit ketika tiduran, di sebelah kiri saya jalan raya di dalam senayan, sebelak kanan saya Tw, di sebelah kanan Tw saluran air/got. Di ujung sana saya melihat sepasang anak muda sedang pacaran di dalam mobil, di tempat yang gelap. Dan para pedagan lain sepertinya masih sangat sedikit yang datang.

Kejadian paling aneh yang saya alami saat tidur di trotoar itu adalah entah mengapa antara sadar dan tidak sadar, saya melihat banyak sekali mobil, angkutan umum dan motor melewati jalan raya di sebelah saya, padahal jalan di dalam senayan sudah ditutup untuk umum. dan masih di peristiwa itu, saya melihat orang-orang di dalam kendaran pada melihat saya yg lagi tiduran dengan Tw. Ah… kejadian mistis…

Pagi jam 5 kami sempatkan untuk solat subuh di musola terdekat, saya lihat pedagan sudah banyak. Lalu kami bereskan barang dagangan dan kami siap berdagan. Lama-lama yang berolahraga di senayan semakin banyak, dan satu persatu saya lihat mulai terjadi transaksi ekonomi antara pedagan dan orang-orang yang ada di senayan.

Sang professor, si Tw seringkali mulutnya bergetar dan menunduk sambil tangan ditekap. Ternyata dia selalu berdoa agar dagangan kami laku, ketika ada orang yang beli barang kami, dia langsung bilang tuh kan laku. Dan berkali-kali dia bilang ke saya, “kita ini sedang diajarkan oleh alam… liat aja nanti, pasti kita bisa menjadi lebih hebat”.

Saya sendiri heran, kenapa si Tw mempunyai pikiran yang begitu hebat, punya semangat hidup yang tinggi, ternyata dia tidak hanya pintar dalam nilai tetapi juga dalam semangat hidup. Tidak seperti saya, saya terlalu lamban dan slow, tidak memiliki target apa-apa, tidak bermimpi apa-apa.

Hari semakin siang, semakin kami kepanasan dan orang-orang yang olahraga perlahan-lahan sepi karena pada pulang. Akhirnya kamipun pulang dengan beberapa barang yang berhasil kami jual, penjualan kami tidak sampai separuh barang dagangan. Tak apalah….
….
Keajaiban dari omongan Tw ternyata mujarab... ternyata menjadi teka-teki untuk saya sendiri. Bagaimana tidak, ternyata murid cowok anak IPA angkatan kami di sekolah, cuma Tw dan saya yang akhirnya diterima di Universitas Indonesia…. ajaib…

Terimakasih Sang Profesor (Tri Wahyudi)….

No comments:

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia ...