Saturday, February 15, 2014

5 + 5 = tidak hanya 10

Matematika menjadi sesuatu yang menarik, sebuah perhitungan yang akhirnya membuat teknologi menjadi begitu pesat, terutama dalam bidang informasi yang diiringin kemajuan teknologi jaringan. Dalam diskusi Kenduri Cinta 14 – 15 Februari di TIM Jakarta yang bertemakan Postimis, salah seorang pembicara senior kenduri cinta menjabarkan tentang matematika dinamis atau sebuah kebenaran yang bersifat relatif.

“5 + 5” bisa juga sama dengan “2 + 8”, atau “5 + 5 = 20 – 10”, ini menandakan bahwa sebuah kebenaran bersifat relatif. Lalu pembicara tersebut mencontohkan adanya dua tiang yang berdiri kokoh, dari dua tiang akan ada bayangan di benak untuk dua tiang tersebut, dan bila tiang tersebut ditambah maka munculah tambahan dimensi sebuah imajinasi. Hal ini menandakan semakin banyak dimensi maka semakin banyak yang bisa dibicarakan.

Beliau bercerita begitu realistis, namun ada satu hal yang membuat saya terhenyut ketika beliau mengatakan “bila kita ada disebuah ruangan tertutup, semua sisinya tertutup maka apa yang harus dilakukan? Dan bagaimana kita bisa keluar dari kehampaan tersebut?”

Dengan berkata “laillahaillallah,,,” maka ruangan itu bisa terbuka, saya menangkap bahwa yang dimaksud pembicara adalah sesuatu hal dasar yang sulit dirubah, hanya bisa dirubah dengan keyakinan yang kuat diiringi kehadiran Tuhan. Sebagai contoh bila saya memiliki masalah yang runyam dan tak tahu jalan keluarnya, maka dengan berdoa kepada Tuhan-lah jawaban itu akan terjawab.

Postimis dalam diskusi Kenduri Cinta malam itu setidaknya memberi pandangan bahwa dalam hidup ini tidak hanya membutuhkan rasa optimis, tetapi supra optimis atau optimis yang diatas optimis. Para pengisi acara setidaknya membangunkan anak-anak muda untuk merubah pandangan pesimisnya menjadi optimis yang lebih, serta memberi ajakan agar terus melakukan hal-hal positif yang bermanfaat, walau itu hanya sekedar hal yang kecil.

Kebenaran yang relatif setidaknya mengajarkan manusia bahwa kebenaran itu milik Allah swt, kita tidak bisa sombong karena semuanya ada karena Tuhan. Sayapun langsung berfikir tetang sebuah kota dan desa, juga bagaimana kabar sudara-sudara kami se Indonesia yang tinggal di sekitar Gunung Kelud, mereka yang di kelilingi banyak desa. Satu hal yang perlu kita sadari bahwa orang kota tidak boleh sombong dan merasa pandai sendiri, apalagi meremehkan orang desa, mengapa? Karena penduduk di pedesaan sudahlah berkelimpahan sumber makanan pangan, di sana bisa hidup tanpa ada sebuah Kota. Sedangkan kita tahu bahwa orang kota sangat membutuhkan makanan yang berasal dari desa. Karena itu, pembangunan desa di wilayah Gunung kelud harus benar-benar segera diselamatkan agar keadaan normal kembali. Dan mulai saat ini, saya menyadari betapa pentingnya sebuah pedesaan dan rasanya ingin berterimakasih kepada mereka yang tinggal di pedesaan. 

2 comments:

Anonymous said...

Punten, sekedar me-relasi-kan dengan apa yang disampaikan CN mengenai kebenaran relatif. Yang saya pahami relatif adalah saling terhubung, merelasi(fokus) berbeda dengan mendefinisi(bias)... salam postimis(setelah optimis/pesimis ngapain?)

Daydeh said...

setelah optimis/pesimis ngapain? maaf saya gak paham maksud pertanyaannya... hehe.... salam jg..

Melihat mereka (anak) pertama sekolah

Satu hal yang tidak terbayangkan, air mata tiba-tiba menetes ketika pertama kali mengantar anak sekolah. Raia, anak kedua yang kini berusia ...